Skip to main content

SEISMIK STRATIGRAFI


SEISMIK STRATIGRAFI



3.1  PENAFSIRAN SEISMIK
3.1.1  Prinsip-Prinsip Penafsiran Seismik Stratigrafi
      Seismik stratigrafi (seismic stratigraphy) adalah sebuah teknik untuk memperoleh informasi stratigrafi dari data seismik. Bersama-sama dengan sekuen stratigrafi, yang dapat disebut sebagai turunannya, seismik stratigrafi diakui merupakan salah satu terobosan terpenting dalam ilmu-ilmu kebumian, paling tidak selama tiga dasawarsa terakhir. Gagasan di belakang teknik ini diperkenalkan pertama kali oleh Vail dkk (1977) melalui serangkaian makalah dalam AAPG Memoir 26.
      Prinsip dasar sesimik stratigrafi adalah: dalam resolusi seismik, pantulan-pantulan seismik berasal dari bidang perlapisan dan, oleh karena itu, garis-garis yang mencerminkan rangkaian pantulan itu mendekati garis kesamaan waktu. Perlu disadari bahwa prinsip ini tidak mengesampingkan fakta fisika bahwa pantulan berasal dari bidang perubahan impedansi yang berarti (impedansi = densitas batuan x kecepatan rambat gelombang seismik dalam batuan itu). Prinsip itupun tidak mengesampingkan fakta bahwa variasi perbedaan impedansi akan menghasilkan amplitudo gelombang pantul yang juga bervariasi. Pesan utama yang disampaikan oleh prinsip ini adalah bahwa pantulan itu muncul dari bidang perlapisan; bukan dari bidang perubahan fasies pada arah lateral. Pada skala resolusi seismik, perubahan fasies dalam strata seumur berlangsung secara berangsur dan tidak akan menghasilkan pantulan gelombang seismik (gambar 3-1).
      Aksioma di atas menyatakan bahwa setiap garis pada rekaman seismik dapat dianggap sebagai garis waktu tiga dimensi yang memisahkan batuan muda dari batuan yang lebih tua. Sebagian gelombang pantul, misalnya multiple atau gelombang bias yang dipantulkan, merupakan produk samping dan hendaknya dipandang sebagai sesuatu yang, secara geologi, “tidak nyata”. Bidang lain, misalnya bidang kontak fluida atau bidang perubahan derajat diagenesis, dipandang sebagai bidang “nyata”. Ada pula gelombang pantul yang muncul akibat ketebalan batuan (Biddle dkk, 1992) atau pertumpang-tindihan “tuned” lithofacies (Tipper, 1993).
      Meskipun ada sejumlah pengecualian seperti tersebut di atas, namun penampang seismik dapat dianggap sebagai penampang kronostratigrafi. Selain itu, penampang seismik juga dapat dianggap sebagai penampang litostratigrafi apabila “arti litologi” dari karakter gelombang pantul dapat diketahui. Karena dapat berfungsi ganda, yakni sebagai penampang litostratigrafi sekaligus penampang kronostratigrafi, maka penampang seismik menjadi alat yang sangat handal untuk menafsirkan tatanan stratigrafi bawah permukaan.



3.1.2  Resolusi Data Seismik
      Satu persyaratan kunci untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip seismik stratigrafi dengan baik adalah memahami resolusi seismik.
      Seorang geologiwan yang bekerja pada singkapan sebenarnya mampu menghasilkan data resolusi tinggi dimana lapisan dan karakter batuan yang berukuran mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa puluh meter akan dapat terekam. Di lain pihak, data singkapan memiliki kualitas dan ukuran yang terbatas karena sangat dipengaruhi oleh keberadaan, kualitas, dan ukuran singkapan.
      Alat-alat wireline logging dapat merekam lapisan-lapisan dengan ketebalan mulai dari 1 cm hingga beberapa meter, namun secara keseluruhan resolusi data yang dihasilkannya lebih rendah dibanding data singkapan. Selain itu, log merupakan rekaman karakter batuan yang ada disekitar lubang bor. Walau demikian, di lain pihak, data log bersifat menerus sehingga umumnya lebih lengkap dibanding data singkapan.
      Rekaman seismik memiliki resolusi yang jauh lebih rendah daripada data singkapan maupun wireline logs (gambar 3-2). Namun, di lain pihak, data seismik mampu memperlihatkan geometri batuan dalam skala raksasa yang tidak mungkin akan pernah dapat diketahui dari singkapan atau electric logs. Selama bekerja dengan rekaman seismik, kita perlu selalu mengingat hal-hal tersebut.

3.1.2.1  Resolusi Vertikal
      Resolusi vertikal dapat didefinisikan sebagai jarak vertikal minimum antara dua bidang yang diperlukan agar setiap bidang itu tampak sebagai garis-garis pantul dalam rekaman seismik. Pada satu seismic trace yang bebas desau, pantulan itu dicirikan oleh panjang gelombang sinyal seismik. Dalam bentuknya yang paling sederhana, makin kecil panjang gelombang (atau dengan kata lain makin tinggi frekuensinya), makin makin tinggi pula resolusi vertikal rekaman seismiknya. Gelombang seismik direkam dan diproses sedemikian rupa sehingga dapat mencakup kisaran frekuensi selebar mungkin. Frekuensi tertinggi lah yang akan menentukan resolusi rekaman seismik. Bayangkan, misalnya saja ada suatu lapisan membaji (gambar 3-3). Pada bagian-bagian yang dekat dengan ujung baji batuan itu, ketebalan lapisan berada di bawah resolusi seismik. Pada tempat seperti itu, akan terjadi interferensi gelombang yang dipantulkan oleh bidang-bidang perlapisan yang berdekatan sehingga akan terbentuk gelombang pantul gabungan yang amplitudonya merupakan anomali dari amplitudo gelombang pantul normal. Apabila jarak antar bidang perlapisan kurang dari seperempat panjang gelombang yang merambat melalui batuan itu, maka akan terbentuk suatu gelombang pantul beramplitudo tinggi. Gejala seperti itu disebut “efek lapisan tipis” (thin bed effect; tuning).
      Selain ketebalan lapisan, ada hal lain yang turut menentukan resolusi vertikal dari data seismik. Pertama, bumi ini berlaku sebagai sebuah filter raksasa yang menyerap gelombang seismik. Karena itu, suatu gelombang seismik makin lama akan makin lemah karena energi gelombang itu akan terserap oleh bumi. Kedua, makin dalam suatu gelombang akustik, makin cepat pula dia merambat. Hal itu terjadi karena makin dalam suatu posisi batuan di kerak bumi, makin tinggi pula tingkat kompaksi dan sementasinya. Hal ini pada gilirannya menyebabkan panjang gelombang seismik makin besar dengan bertambahnya kedalaman dan, pada gilirannya, akan menurunkan resolusi rekaman seismik. Terakhir, data seismik mentah biasanya mengandung banyak desau (noise). Ketika dilakukan pemrosesan data, desau-desau seperti itu biasanya dicoba dihilangkan dengan cara “mem-buang” gelombang-gelombang berfrekuensi tinggi yang biasanya muncul dari desau. Sayang sekali, pada waktu yang ber-samaan, cara itu juga akan menyebabkan hilangnya gelombang frekuensi tinggi “asli” yang berasal dari bidang-bidang pantul. Padahal, gelombang-gelombang itulah yang akan membantu kita untuk memperoleh resolusi yang tinggi.

3.1.2.2  Resolusi Lateral
Energi gempa merambat melalui berbagai material yang ada di bawah permukaan bumi dan dari waktu ke waktu akan ber-interaksi dengan bidang-bidang pantul yang ada pada lintasan perambatannya. Energi gelombang itu merambat sebagai rangkaian wave front. Suatu bagian bidang fisik yang menyebabkan terpantulkannya energi gelombang seismik secara kons-truktif disebut zona Fresnel (Fresnel zone) (Sheriff, 1977). Resolusi lateral dari rekaman seismik ditentukan oleh radius zona Fresnel, dimana radius zona Fresnel itu sendiri ditentukan oleh panjang gelombang akustik dan kedalaman bidang pantul (gambar 3-4). Jadi, dalam data seismik yang belum dimigrasi, resolusi lateral tengantung pada seismic bandwidth, kecepatan rambat gelombang untuk sampai pada suatu bidang pantul, serta waktu tempuh menuju bidang pantul tersebut (gambar 3-5). Prosedur migrasi data seismik akan membantu meningkatkan resolusi data seismik. Untuk migrasi dua dimensi, masih ada masalah mengenai orientasi garis pantul, relatif terhadap kemiringan sebenarnya, sedangkan dalam migrasi tiga dimensi masalah itu sudah dapat terpecahkan. Jadi, untuk data yang telah dimigrasi, resolusi lateral tergantung pada jarak antar jejak gelombang seismik (seismic trace), panjang operator migrasi, waktu/kedalaman bidang pantul, dan bandwidth data.

3.1.3  Pemrosesan Seismik dan Penampilannya untuk Analisis Stratigrafi
      Tidak ada urut-urutan pemrosesan data seismik yang dapat dipandang sebagai cara paling optimum untuk memperoleh penampang seismik sesuai untuk tujuan analisis stratigrafi. Parameter pengambilan data seismik yang berbeda-beda, sumber gelombang seismik yang berbeda-beda, dan variasi geologi daerah yang diteliti hendaknya dipertimbangkan secara hati-hati dan cermat. Masing-masing aspek itupun hendaknya dipandang sebagai aspek tersendiri. Penafsiran atau analisis stratigrafi dari data seismik pada hakekatnya merupakan sebuah aktivitas untuk mengenal pola-pola tertentu dalam penampang seismik. Pemrosesan data seismik dapat memperjelas maupun mengaburkan representasi seismik dari geologi bawah permukaan. Pem-roses dan penafsir seismik hendaknya bekerja sama untuk dapat memperoleh hasil terbaik. Setiap pemroses data seismik hendaknya memahami masalah-masalah geologi yang ingin dipecahkan oleh si penafsir, sedangkan si penafsir sendiri hendak-nya memahami apa yang telah dilakukan oleh si pemroses untuk memperoleh penampang seismik yang akan dianalisisnya. Bahkan, setelah data seismik diproses secara hati-hati, setiap orang masih harus menghadapi satu masalah besar yakni menentukan parameter-parameter apa yang sebaiknya ditampilkan dalam penampang seismik. Masih banyak hal yang harus disempurnakan untuk meningkatkan potensi penampang seismik agar dapat ditafsirkan dengan lebih baik lagi. Selain itu, penampilan ulang data-data lama juga merupakan cara lain yang akan memberikan “daya hidup” baru pada data-data tersebut.
      Ada empat metoda untuk menampilkan data seismik. Metoda pertama melibatkan pengubahan bentuk jejak gelombang seismik (maksudnya, bentuk kelokan-kelokan gelombang seismik) dengan tujuan untuk mempertegas aspek-aspek pantulan. Metoda kedua berkaitan dengan bentuk trace equalization dan dilakukan dengan tujuan untuk mengkompensasikan hilangnya energi gelombang pantul sejalan dengan bertambahnya kedalaman. Metoda ketiga ditujukan untuk menampilkan aspek-aspek lain dari data seismik. Aspek-aspek itu disebut complex attributes. Metoda keempat, yang relatif murah namun cukup efektif, adalah teknik penekanan visual. Tekni ini akan memperjelas data yang telah diproses secara visual.

3.1.3.1  Bentuk Jejak Gelombang Seismik
      Energi gempa yang ditangkap oleh geofon (geophone) disimpan sebagai deretan pasangan data yang terdiri dari data waktu dan amplitudo. Data itu biasanya direkam secara periodik setiap 2 atau 4 milidetik. Setelah diproses, data itu ditampilkan sebagai data rekaman menerus dengan cara menginterpolasikan deretan “titik” data yang sebenarnya tidak menerus itu.
      Pemilihan parameter-parameter yang akan ditampilkan dalam jejak gelombang yang diinterpolasikan itu merupakan salah satu tahapan kritis yang akan menentukan kenampakan akhir dari penampang seismik. Metoda paling sederhana adalah menampilkan data itu sebagai deretan jejak gelombang yang “berkelok-kelok” (“wiggle”), dimana jauhnya setiap kelokan, relatif terhadap garis tengah jejak gelombang, merepresentasikan amplitudo, sedangkan pengkutubannya ditampilkan sebagai arah kelokan, relatif terhadap garis tengah itu (gambar 3-6). Format ini memungkinkan dilakukannya pengamatan yang cermat terhadap perubahan bentuk wavelet dari satu jejak gelombang ke jejak gelombang lain serta memperjelas anomali-anomali amplitudo tinggi dimana jejak-jejak gelombang itu saling bertumpang-tindih. Dengan demikian, metoda ini sangat bermanfaat dalam penafsiran stratigrafi, terutama pada skala reservoar, karena pada analisis itu kita memerlukan informasi-informasi mengenai ketebalan lapisan, litologi, dan fluida yang terkandung didalamnya. Sayang sekali, format jejak gelombang yang hanya berupa deretan “kelokan” seperti itu sangat sensitif terhadap kemiringan batuan serta cenderung menekankan event  yang miring curam, terutama difraksi.
      Alternatif dari format “kelokan” sederhana itu adalah format “variable area”. Dalam format itu tidak ada jejak gelombang yang menerus. Setiap gelombang ditampilkan sedemikian rupa sehingga besaran penyimpangan gelombang, relatif terhadap garis tengah, dinyatakan dalam bentuk “variable area”. “Variable area” itu diberi warna (biasanya hitam) (gambar 3-6). Format ini dapat dengan jelas memperlihatkan kesinambungan pantulan. Namun, dalam penafsirannya, kita perlu hati-hati agar jangan sampai kehilangan informasi sewaktu perhatian kita terkonsentrasi pada bentuk wavelet. Format lain yang mirip dengan “variable area” adalah format “variable intensity (density)”, dimana variasi kekuatan pantulan ditampilkan dengan variasi nuansa warna abu-abu hingga hitam atau dengan variasi warna. Format ini merupakan format baku pada kebanyakan laboratorium dan memungkinkan diperolehnya resolusi yang jauh lebih tinggi dibanding dengan apa yang dapat diperoleh dari “variable area”.
      Penampang seismik konvensional umumnya menggunakan kombinasi format “variable area” dan “wiggle” sedemikian rupa sehingga dalam penampang seismik itu akan tampak bukan saja “wiggle”, namun juga “variable area” dari pantulan tertentu, bahkan “variable density” dari pantulan-pantulan tertentu (gambar 3-6). Format seperti ini memberikan informasi mengenai bentuk gelombang (waveform), sekaligus memberikan penekanan pada kesinambungan pantulan. Walau demikian, kenampak-an penampang seismik seperti itu sangat senstitif terhadap parameter-parameter lain seperti display gain. Selain itu, ada juga risiko kehilangan informasi amplitudo ketika jejak-jejak gelombang itu saling berpotongan atau bertumpang-tindih. Hal itu dapat dikontrol dengan membatasi defleksi jejak maksimum dalam limit-limit tertentu (clipping), namun hal itu pada gilirannya justru akan menyebabkan terjadinya distorsi informasi amplitudo dan juga dapat menyebabkan munculnya daerah-daerah putih dalam penampang seismik, padahal pada tempat-tempat seperti itu aplitudo pantulan justru paling besar.
      Setelah tipe jejak gelombang dapat ditentukan, ada sejumlah parameter yang dapat diubah untuk mengembangkan bentuk jejak dan hal itu dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar pada penampang seismik yang dihasilkan.
      Swing mengontrol jumlah defleksi pada suatu puncak atau lembah sebagai presentasi jarak antar jejak gelombang. Jika swing dioptimalkan, hal itu akan dapat memperlihatkan kesinambungan pantulan-pantulan yang lemah.
      Bias mengontrol posisi garis dasar nol diantara refleksi-refleksi positif dan negatif. Dengan menera bias, kita dapat meng-arahkan agar pemrosesan lebih menekankan puncak gelombang dibanding lembah gelombang atau sebaliknya. Bias positif akan menyebabkan bergesernya garis dasar ke kiri sehingga puncak-puncak gelombang menjadi lebih "“ter-expose”. Bias yang sangat tinggi, baik bias positif maupun bias negatif, cenderung menekankan kesinambungan namun bias negatif yang sangat tinggi dapat menyebabkan tidak terkontrolnya derajat korelasi antar lembah gelombang.
      Clip digunakan untuk mengontrol defleksi maksimum lembah atau puncak gelombang dari garis dasar. Clip biasanya di-rancang sebagai jarak antar jejak gelombang. Nilai-nilai yang rendah dapat digunakan untuk memuluskan atau meng-homogenisasikan amplitudo.

3.1.3.2  Trace Equalization

      Masalah hilangnya amplitudo yang cukup banyak, sejalan dengan bertambahnya kedalaman, pada data seismik dapat dipecahkan dengan cara menerapkan sebuah teknik yang disebut equalization. Teknik itu bertujuan untuk menghasilkan suatu penampang yang lebih seimbang dan lebih mudah ditafsirkan. Proses itu menera aplitudo penampang sedemikian rupa sehingga amplitudo gelombang menjadi relatif konstan di seluruh bagian penampang yang telah dipilih untuk di-equalized. Bagian yang akan di-equalized, atau yang biasa disebut “window”, itu mungkin seluruh bagian penampang. Pada kondisi seperti itu, prosesnya disebut single gate equalization dan prosedurnya disebut automatic gain control (AGC).
      Fast AGC adalah bentuk khusus dari penerapan equalization, dimana gate dilakukan pada suatu interval yang pendek, mungkin 1–10 kali sample rate (4-40 ms). Teknik ini digunakan untuk meng-equalized semua amplitudo sebagai sebuah cara untuk memperjelas kesinambungan dan terminasi reflektor. Teknik ini hendaknya digunakan secara hati-hati karena fast AGC menyebabkan terdistorsinya wavelet dan menyebabkan desau menjadi jelas terlihat. Walau demikian, teknik ini tetap memiliki nilai tersendiri, terutama apabila diterapkan dengan maksud memperjelas bagian-bagian penampang yang terletak dekat dengan daerah beramplitudo tinggi.

3.1.3.3  Complex Attributes
Informasi seismik konvensional diperlihatkan sebagai plot-plot frekuensi dan amplitudo. Walau demikian, data tersebut, yang telah terekam dalam geofon atau hidrofon (hydrophone), dapat dimanipulasikan secara matematis untuk menghasilkan sifat-sifat lain dari gelombang seismik. Meskipun kita tidak mendapatkan informasi baru dari hasil manipulasi itu, namun tampilan dan penafsiran dari jejak-jejak gelombang seismik yang kompleks itu kadang-kadang dapat memberikan wawasan baru ke dalam ilmu geologi yang semula tidak didapatkan dari data konvensional. Manfaat potensial dari teknik ini dalam penafsiran seismik stratigrafi diperlihatkan pada tabel 3-1. Pembahasan yang lebih jauh dari teknik pengolahan data ini disajikan oleh Tanner & Sheriff (1977).

3.1.3.4  Teknik-Teknik Penekanan Visual
Istilah teknik-teknik penekanan visual mencakup beberapa teknik yang murah dan sederhana, namun tidak jarang sangat efektif, untuk menampilkan data seismik. Teknik-teknik ini dapat diterapkan dengan mudah, meskipun kita tidak memiliki rekaman asli dari gelombang seismik.

3.1.3.4.1  Warna
      Tidak diragukan lagi bahwa pemakaian warna meningkatkan kemungkinan penampang seismik untuk dapat ditafsirkan dengan benar. Secara historis, teknik ini terkenal mahal karena harus menggunakan tipe kertas khusus. Namun, dewasa ini, sejalan dengan makin banyaknya plotter yang relatif murah, kesan mahal dari teknik ini sudah tidak layak lagi. Selain itu, perusahaan-perusahaan pemroses data seismik banyak yang dapat menjalankan pemrosesan ini serta memungkinkan dilakukannya berbagai percobaan untuk menemukan skala terbaik yang sesuai dengan keinginan konsumen. Warna mungkin sebaiknya digunakan sebagai sebuah latar yang melukiskan intensitas, di atas mana kemudian diletakkan “wiggle”.
      Tingginya kemungkinan penampang seismik untuk lebih mudah ditafsirkan apabila diberi warna makin jelas terlihat pada saat rekaman seismik banyak mengandung desau. Sebaiknya kita tidak menggunakan terlalu banyak warna serta selalu sadar bahwa banyak laki-laki di dunia ini ternyata buta warna.

3.1.3.4.2  Squash Plot
      Penampang seismik pada mulanya disajikan untuk tujuan penafsiran struktur. Untuk tujuan itu, penampang seismik perlu dibuat dengan skala yang mendekati skala sebenarnya, tanpa distorsi vertikal, selama hal itu memang memungkinkan. Meskipun bentuk penampang seperti itu juga merupakan bentuk penampang seismik ideal untuk analisis seismik stratigrafi, namun tidak jarang kurang optimum. Hal itu terjadi karena banyak analis seismik stratigrafi kadang-kadang sangat tertarik pada bentuk atau hubungan geometri yang samar. Kemiringan sedimen umumnya relatif rendah. Kipas bawahlaut dapat memiliki kemiringan 1–30 pada tangkis dan cuping kipas (lobe). Kompleks endapan klastika laut-dangkal yang berprogradasi jarang memperlihatkan kemiringan lebih dari beberapa derajat, sedangkan dataran pantai umumnya hampir horizontal. Untuk melihat adanya marine onlap, downlap, dan coastal onlap pada lingkungan-lingkungan tersebut, terutama ketika terdapat struktur syn-sedimentation, kita perlu memperjelas kemiringan tersebut. Bahkan, alasan inilah yang sebenarnya melandasi praktek mengapa analis seismik stratigrafi sering memperhatikan penampang seismik dari sudut tertentu.
      Proses penampilan ulang dapat dilaksanakan secara sederhana dan murah dengan cara memendekkan skala horizontal, sedangkan skala vertikal dibiarkan tetap. Besarnya pemendekatan itu umumnya sekitar 5-10 cm/detik. Dengan mempertahan-kan skala vertikal, garis-garis yang tidak bersambungan tetap ditampilkan sebagai garis-garis yang terpisah. Walau demikian, untuk data masa kini, pengurangan skala horizontal harus diikuti dengan proses penghilangan atau penggabungan beberapa garis pantul. Ancangan alternatif untuk memecahkan masalah ini adalah mengurangi skala horizontal hingga suatu nilai maksimum tertentu yang tidak mengharuskan dilakukannya proses penghilangan atau penggabungan beberapa garis pantul. Cara lain adalah membiarkan agar skala horizontal berharga tetap, sedangkan skala vertikal diperbesar. Di masa lalu, seorang penafsir dapat meminta sebuah penampang dengan skala horizontal yang telah diperkecil (misalnya skala 1 : 100.000 atau 1 : 200.000) atau data itu dapat dikompres secara optik dengan menggunakan sebuah kamera yang dirancang khusus untuk tujuan tersebut. Dewasa ini perusahaan-perusahaan pengolah data seismik dapat melakukan pengubahan skala dengan cepat dan semua penafsir hendaknya melakukan berbagai eksperimen untuk menemukan skala vertikal terbaik yang akan memperlihatkan hubungan stratigrafi secara baik pula.


3.2  POLA-POLA TERMINASI REFLEKTOR SEISMIK
3.2.1  Menandai Penampang Seismik
      Tahap pertama dalam pekerjaan penafsiran seismik stratigrafi adalah menentukan skala vertikal dan skala horizontal dari penampang tersebut. Hal ini penting artinya untuk memperkirakan batasan dari model-model geologi yang akan direkonstruksi-kan di kemudian hari. Selain itu, perlu juga diperhatikan bagian keterangan yang biasanya tercantum pada salah satu sudut atau sisi penampang seismik atau pada data itu sendiri untuk mengetahui apakah data-data seismiknya telah dimigrasi atau belum serta untuk mengetahui apakah data seismik itu berasal dari wilayah daratan atau wilayah perairan. Baik penampang yang berasal dari wilayah perairan maupun penampang yang berasal dari wilayah daratan mungkin sama-sama banyak mengandung mulitple, meskipun telah diproses secara optimum. Walau demikian, gejala multiple umumnya dapat dengan mudah diketahui pada penampang seismik perairan dimana perbedaan akustik di dasar wilayah perairan itu menghasilkan simple bottom-water multiple atau peg-leg multiple. Jika suatu bidang diperkirakan merupakan multiple, maka bidang itu hendaknya diberi warna khusus (menurut konvensi, warna itu biasanya biru muda). Pada gambar 3-7, yang berasal dari endapan Tersier di Outer Moray Firth, Laut Utara, bidang pantul yang terletak di sebelah kanan (sisi timur) dan berpotongan dengan tepi penampang pada 0,3 detik kemungkinan merupakan multiple. “Bidang pantul” itu terbentuk karena gelombang suara dipantulkan dua kali diantara permukaan air laut dan dasar laut dan kemudian terekam sebagai “pantulan” yang berasal dari suatu bidang yang terletak tempat yang jauhnya dua kali waktu-tempuh (two-way-time, TWT) gelombang tersebut untuk merambat dari permukaan-dasar laut-permukaan. Pantulan itu tidak memiliki arti geologi apa-apa serta dapat diabaikan dalam keseluruhan proses penafsiran.
      Tahap berikutnya adalah membagi data seismik ke dalam paket-paket stratigrafi alami. Untuk melakukan itu, pertama-tama kita harus mengenal dan memberi tanda setiap bentuk terminasi reflektor. Apabila telah memiliki pengalaman yang cukup lama, Anda akan menemukan kenyataan bahwa reflektor seismik umumnya tidak melampar secara menerus dari satu ujung ke ujung lain pada suatu penampang seismik, melainkan berakhir pada reflektor lain. Tandai ujung reflektor itu dengan sebuah anak panah (menurut konvensi, hal itu biasanya dilakukan dengan menggunakan pinsil merah). Pekerjaan itu tidak selalu merupakan sebuah prosedur langsung; kadang-kadang kita melihat adanya dua reflektor yang bergabung sedemikian rupa sehingga kita akan merasa kesulitan untuk menentukan reflektor mana yang berakhir pada reflektor kedua. Dalam data khaotik yang mudah diselimuti oleh banyak multiple atau pada data beramplitudo rendah, kita mungkin tidak dapat melihat dengan jelas apakah suatu reflektor itu berakhir pada pantulan lain, menghilang, atau muncul kembali di tempat lain. Secara umum, pada tahap awal, kita sebaiknya mengabaikan zona reflektor yang terputus atau khaotik dan menujukan perhatian pada bagian-bagian penampang dengan reflektor yang baik. Zona khaotik dan zona reflektor yang buruk dapat ditafsirkan nanti dengan bantuan model yang diturunkan dari data yang baik. Pada gambar 3-7, di atas 0,7 detik, kita akan kesukaran untuk menemukan terminasi-terminasi reflektor. Reflektor-reflektor itu tampak menerus, kecuali sewaktu terpotong oleh alur. Walau demikian, penentuan titik-titik terminasi reflektor akan terbantu apabila kita melihat keseluruhan penampang seismik itu dengan seksama dari satu sudut pandang yang miring. Dengan cara itu, terminasi-terminasi yang samar di bagian itu akan dapat diketahui. Di lain pihak, zona diantara 0,7 dan 1 detik, mengandung banyak pantulan yang miring dan secara konsisten berakhir ke sebelah kiri atas dan ke sebelah kanan bawah.
      Pantulan yang berakhir secara konsisten dilukiskan sebagai sebuah garis pada penampang tersebut (dan sebagai sebuah bidang pada penampang tiga-dimensi). Pantulan seperti itu disebut bidang seismik (seismic surface).
      Tahap berikutnya adalah menggunakan anak panah berwarna merah untuk menandai bidang seismik yang telah ditemukan. Jumlah bidang seismik dalam suatu penampang bervariasi, tergantung pada kompleksitas stratigrafi. Pada suatu penampang seismik biasanya terdapat beberapa bidang seismik utama dengan terminasi yang konsisten serta beberapa bidang seismik minor. Pada tahap awal penafsiran seismik stratigrafi, sesuai dengan konvensi yang berkembang di kalangan analis seismik, bidang-bidang itu diberi warna kuning. Pada tahap lanjut, bidang itu diberi warna tersendiri setelah diketahui tipe litologi atau umurnya. Pada gambar 3-7, reflektor-reflektor dengan terminasi yang konsisten seperti itu telah diberi tanda. Bidang yang paling jelas pada penampang seismik itu adalah satu atau dua bidang berrelief tinggi yang terletak diantara 0,2-0,5 detik. Walau demikian, bidang seismik yang baik juga terlihat di sekitar 0,5 detik. Bidang-bidang lain terletak di atas 0,5 detik dan di dalam paket reflektor yang kompleks dan miring diantara 0,7–1 detik. Pantulan yang kuat di sekitar 0,7 detik juga merupakan sebuah bidang seismik karena berakhir secara onlap terhadap reflektor-reflektor diatasnya di sekitar shotpoint (SP) 9000.
      Setelah semua bidang seismik diketahui keberadaannya, kita perlu melakukan pengamatan yang sama terhadap penampang-penampang seismik lain yang ada di sekitar tempat penelitian. Setelah itu, mengaitkan penafsiran yang dibuat dari satu penampang dengan penafsiran yang dibuat dari penampang lain untuk memastikan bahwa penafsiran yang dibuat bersifat konsisten di semua bagian daerah penelitian serta untuk membuat informasi tiga-dimensi dari semua data yang ada. Sebagian bidang seismik mungkin merupakan bidang yang memiliki kebenaan regional, sedangkan sebagian lain mungkin hanya memiliki kebenaan lokal.
      Dengan menentukan titik-titik terminasi reflektor, seorang analis data seismik penafsir pada dasarnya telah membagi strati-grafi penampang seismik itu ke dalam sejumlah paket pengendapan. Setiap paket itu disusun oleh reflektor-reflektor yang relatif selaras dan dipersatukan oleh kemiripan karakter dan geometri reflektor. Setiap paket itu dibatasi oleh bidang-bidang yang menandai terjadinya perubahan karakter dan geometri reflektor.

3.2.2  Menggolongkan Terminasi Reflektor Seismik
      Dalam penampang seismik dua dimensi, terminasi-terminasi bidang pantul seismik dicirikan oleh hubungan geometris antara bidang pantul itu dengan bidang seismik dimana pantulan itu berakhir. Mitchum dkk (1977a) memperkenalkan istilah-istilah lapout, truncation, baselap, toplap, onlap, dan downlap untuk menyatakan ragam terminasi bidang pantul seismik (gambar 3-8). Sebagian besar ragam terminasi bidang pantul seismik itu murni didasarkan pada geometri, sedangkan sebagian lain sedikit banyaknya melibatkan tafsiran mengenai asal-usul terminasi itu (apakah terminasi itu merupakan limit pengendapan asli atau bukan).
      Lapout adalah terminasi lateral dari sebuah bidang pantul atau reflektor (umumnya merupakan bidang perlapisan) pada limit pengendapannya, sedangkan truncation mengimplikasikan bahwa reflektor itu pada mulanya melampar lebih jauh, namun kemudian tererosi (sehingga disebut erosional truncation) atau terpotong oleh bidang sesar, bidang nendatan, berada dalam keadaan kontak dengan garam atau serpih yang mobil, atau sebuah intrusi batuan beku (Mitchum dkk, 1977a,b).
      Baselap adalah lapout reflektor terhadap bidang seismik yang terletak dibawahnya (yang menandai batas bawah dari suatu paket seismik). Baselap dapat berupa: (1) downlap, yakni baselap dimana kemiringan bidang batas bawah paket seismik itu lebih rendah dibanding kemiringan reflektor-reflektor yang terletak diatasnya; atau (2) onlap, dimana kemiringan batas bawah paket seismik itu lebih besar daripada kemiringan reflektor-reflektor yang terletak diatasnya.
      Downlap umumnya terlihat pada bagian dasar suatu klinoform yang berprogradasi dan biasanya merepresentasikan pro-gradasi suatu sistem lereng tepi cekungan ke arah perairan-dalam (baik yang berupa laut maupun danau). Dengan demikian, downlap merepresentasikan perubahan dari pengendapan pada lereng laut (atau danau) menjadi kondensasi atau tidak terjadinya pengendapan di laut (atau danau). Bidang downlap merepresentasikan suatu condensed unit. Downlap sangat sukar terbentuk pada lingkungan terestrial. Walau demikian, perlu dicamkan bahwa tidak mudah untuk membedakan depositional downlap dengan original onlap yang kemudian terotasi akibat pengaruh tektonik.
      Dalam banyak kasus, banyak terminasi reflektor seismik yang ditafsirkan sebagai downlap sebenarnya merupakan terminasi semu (apparent termination) yang muncul akibat penipisan strata distal hingga ketebalannya berada di luar resolusi seismik.
      Onlap dikenal dalam penampang seismik berdasarkan terminasi bidang-bidang pantulan yang miring landai terhadap sebuah bidang seismik yang miring lebih curam daripadanya. Ada dua tipe onlap, yakni marine onlap dan coastal onlap.
      Marine onlap adalah onlap strata bahari yang merepresentasikan perubahan dari pengendapan bahari menjadi pengendapan non-bahari atau menjadi kondensasi akibat terjadinya pengisian parsial ruang akomodasi oleh sedimen bahari. Pola marine onlap tidak dapat dipakai untuk menentukan perubahan muka air laut relatif karena level marine onlap tidak memiliki kaitan langsung dengan muka air laut relatif. Marine onlap mencerminkan perubahan fasies bawahlaut, dari laju pengendapan yang berarti menjadi pelagic drape yang energinya jauh lebih rendah. Dalam sumur yang dibor di luar limit marine onlap akan ditemukan condensed unit atau hiatus (rumpang waktu) yang memiliki ekivalensi waktu dengan marine onlap itu. Bidang seismik dari marine onlap merepresentasikan suatu hiatus bahari atau condensed interval.
      Coastal onlap adalah onlap strata non-marin, paralik, atau marginal marine serta merepresentasikan perubahan dari zona pengendapan menjadi erosi dan non-pengendapan pada tepi cekungan (terestrial atau paparan). Coastal onlap umumnya di-tafsirkan keberadaannya dari data seismik berdasarkan adanya gejala onlaping endapan-endapan topset (lihat sub bab 2.4) karena gejala itu diasumsikan atau memang terbukti merepresentasikan endapan litoral, paralik, atau terestrial. Endapan-endapan topset itu diasumsikan terakumulasi dekat dengan muka air laut. Pola coastal onlap, relatif terhadap bidang yang di-onlap, mengindikasikan perubahan muka air laut relatif. Pergeseran coastal onlap ke arah darat terjadi akibat naiknya muka air laut relatif, sedangkan pergeseran coastal onlap ke arah laut atau ke arah cekungan terjadi akibat turunnya muka air laut (hal ini telah dibahas dalam Bab 2).
      Coastal onlap tidak harus terbentuk pada garis pantai. Pergeseran coastal onlap ke arah darat dapat disertai transgresi maupun regresi, tergantung pada pasokan sedimen. Dalam sumur bor yang melalui batuan yang mengandung limit coastal onlap yang dekat dengan daratan tidak ditemukan suatu paket yang ekivalen umurnya dengan coastal onlap itu. Sebagai gantinya, kita dapat menemukan ketidakselarasan, paleosol, atau sebuah horizon karst.
      Toplap adalah terminasi reflektor miring (klinoform) terhadap sebuah bidang yang miring landai dan terletak diatasnya. Titik terminasi itu diyakini merepresentasikan limit pengendapan di bagian proksimal. Dalam strata tepi laut, toplap merepresentasi-kan perubahan dari pengendapan lereng menjadi by-passing atau erosi pada lingkungan non-marin atau laut-dangkal. Bidang toplap merupakan sebuah ketidakselarasan. Sebuah bidang bisa tampak sebagai toplap semu apabila klinoform melampar ke atas, menipis, dan membentuk strata topset yang terlalu tipis untuk dapat terdeteksi secara seismik. Dalam tatanan laut-dalam, toplap semu kemungkinan besar merupakan sebuah bidang erosi bahari, sebagaimana yang terlihat dalam konturit. Pada kasus itu, bidang tersebut bersifat lokal dan biasanya tidak tampak datar pada suatu wilayah yang luas.
      Erosional truncation adalah terminasi reflektor terhadap bidang erosi yang terletak diatasnya. Toplap dapat menerus menjadi erosional truncation. Walau demikian, erosional truncation umumnya lebih ekstrim dibanding toplap. Erosional truncation meng-indikasikan perkembangan relief erosi atau ketidakselarasan menyudut. Bidang erosi itu sendiri dapat merupakan bidang erosi bahari (misalnya di bagian bawah ngarai, alur, atau bidang kerukan) atau bidang erosi terestrial yang berkembang pada batas sekuen.
      Apparent truncation adalah terminasi reflektor yang relatif landai di bawah suatu bidang seismik yang miring. Gejala itu merepresentasikan kondensasi bahari. Terminasi itu sendiri merepresentasikan limit distal pengendapan (atau penipisan hingga ketebalannya berada di luar resolusi seismik) strata topset atau kadang-kadang juga kipas bawahlaut. Banyak terminasi pantulan dalam strata bahari termasuk ke dalam kategori “semu”, karena sebenarnya mungkin ada condensed unit yang merupakan kelanjutannya, namun ketebalan condensed unit itu berada di luar resolusi seismik (gambar 3-9).
      Fault truncation merepresentasikan terminasi reflektor terhadap bidang sesar, nendatan, longsoran, atau intrusi yang ter-bentuk pada saat yang bersamaan dengan berlangsungnya pengendapan (syn-depositional) maupun setelah berlangsungnya pengendapan (post-depositional). Terminasi terhadap sebuah gawir sesar tua adalah onlap.
      Dalam penampang seismik, kita seringkali menemukan adanya reflektor-reflektor yang terletak di atas suatu bidang seismik tampak berakhir pada bidang itu, sedangkan reflektor-reflektor yang terletak dibawahnya tampak selaras dengan bidang tersebut. Demikian sebaliknya. “Keselarasan” (conformity) seperti itu seringkali bersifat semu karena sudut yang dibentuk oleh bidang seismik dan reflektor-reflektor itu demikian lancip sehingga tampak selaras atau karena pada bidang itu terjadi kondensasi.
      Beberapa tipe terminasi reflektor seismik dapat dilihat pada gambar 3-7. Dalam gambar itu jelas terlihat adanya truncation di bawah bidang alur berelief tinggi antara 0,3 dan 0,5 detik. Reflektor-reflektor pendek dalam alur itu berakhir secara onlap terhadap tepi-tepi alur tersebut. Reflektor-reflektor batuan Eosen yang miring dan terletak diantara 0,7 dan 1 detik berakhir secara downlap ke arah timur dan berakhir secara onlap atau terpancung ke arah barat. Bidang seismik yang menindih strata itu relatif datar dan terletak diantara SP 950 dan 1100. Bidang itu merupakan bidang toplap. Paket yang terletak di bawah 0,8 detik dan sebelah timur SP 1200 dapat dilihat berakhir secara onlap ke arah barat dan downlap ke arah timur.

3.2.3  Fasies Seismik dan Analisis Karakter Reflektor
      Setelah data seismik dibagi-bagi ke dalam sejumlah paket pengendapan, dengan memakai prosedur yang telah dijelaskan di atas, maka tafsiran geologi dapat mulai dilaksanakan. Hal itu biasanya dijalankan dengan melakukan pemetaan fasies seismik (seismic facies mapping). Pemetaan fasies seismik, menurut Sangree & Widmier (1977), adalah kegiatan penafsiran fasies pengendapan dari data seismik. Pekerjaan itu mencakup pengenalan dan penafsiran geometri dan kesinambungan reflektor, amplitudo, frekuensi, dan kecepatan interval gelombang seismik, serta bentuk eksternal dan geometri tiga-timensi dari paket-paket reflektor. Setiap parameter reflektor seismik itu mengandung informasi stratigrafi yang penting.
      Salah satu karakter yang paling mudah untuk dipetakan dan didefinisikan adalah geometri reflektor. Endapan tepi cekungan yang berprogradasi umumnya dapat terlihat dalam penampang seismik terdiri dari sejumlah topset dan klinoform (gambar 3-10; lihat juga anak sub-bab 2.1.2). Contoh-contoh yang diperlihatkan pada gambar 3-7, dalam endapan Eosen akhir di sebelah timur SP 1200 dan di bawah 0,7 detik memperlihatkan topset dan klinoform yang baik. Reflektor-reflektor yang miring di sebelah barat paket itu adalah klinoform, dengan topset minor atau tanpa topset. Paket clinoform-topset yang berkembang baik dapat ditafsir-kan sebagai representasi suatu systems tract endapan paralik hingga paparan (topset) serta sedimen lereng (klinoform). Titik perubahan kemiringan dari topset kepada klinoform disebut offlap break (gambar 2-3).
      Endapan sedimen lainnya, misalnya cuping kipas bawahlaut, kadang-kadang memperlihatkan bentuk yang mirip dengan itu, dimana reflektor-reflektor yang relatif datar menjadi makin curam ke arah cekungan. Kunci untuk mengenal paket clinoform-opset yang sebenarnya adalah menemukan sebuah offlap break yang jelas dan reflektor-reflektor topset yang konkordan dan sejajar. Kedua kriteria tersebut terpenuhi oleh endapan Eosen pada gambar 3-7. Kadang-kadang, reflektor-reflektor klinoform terlihat makin menurun ke arah cekungan, dan kemudian “berubah” menjadi reflektor-reflektor relatif datar yang disebut bottomset. Pada kasus lain, reflektor-reflektor distal yang miring landai tidak memperlihatkan kesinambungan pengendapan dengan klinoform, melainkan membentuk paket-paket endapan yang onlapping terhadap clinoform front.
      Ramsayer (1979) menyajikan sebuah metodologi untuk memetakan fasies seismik dua dimensi. Dalam metoda yang disebut “teknik A,B,C” itu, ada tiga karater paket seismik yang dicatat, diberi simbol huruf (tabel 3-2), dan dipetakan. Ketiga karakter itu adalah (1) khuluk terminasi-terminasi reflektor terhadap bidang pembatas atas; (2) khuluk terminasi-terminasi reflektor terhadap bidang pembatas bawah; dan (3) konfigurasi reflektor-reflektor yang terletak diantara kedua bidang pembatas itu. Dengan demikian, bagian proksimal paket endapan Eosen akhir pada gambar 3-7 akan dinyatakan sebagai C-On/P, sedangkan bagian distalnya akan dinyatakan sebagai C-Dwn/Ob.
      Sandi-sandi fasies seismik itu dapat dituliskan pada sebuah peta, dan penyebaran berbagai fasies seismik dapat dilukiskan setelah kita menggabungkan hasil-hasil penafsiran dari sejumlah penampang seismik. Setelah dikalibrasi dengan data sumur, kita biasanya dapat memperoleh peta fasies yang cukup dapat diandalkan berdasarkan fasies seismik. Endapan Eosen akhir yang dijelaskan di atas belum pernah dibor, namun analisis seismik stratigrafi dan analisis fasies seismik yang disajikan disini memprediksikan bahwa paket itu mengandung kumpulan endapan tepi cekungan dan lereng. Walau demikian, khuluk fasies topset masih belum dapat dipastikan; mungkin berupa fasies dataran aluvial, dataran pantai, paralilk, atau paparan. Sebuah contoh peta fasies seismik, yang dibuat oleh Mitchum & Vail (1977), diperlihatkan pada gambar 3-11.
      Mungkin dengan pengecualian untuk hubungan antara fasies klinoform dengan sistem lereng, fasies seismik tidak memiliki hubungan yang pasti dengan sistem pengendapan. Sangree & Widmier (1977) menyajikan sebuah daftar fasies seismik dengan tafsiran geologinya, namun tanpa adanya kontrol sumur, tafsiran itu tetap dipertanyakan. Sebagai contoh, reflektor mendatar dan menerus mungkin mencerminkan serpih laut-dalam, topset dataran pantai, dataran aluvial, atau fasies lakustrin. Walau demikian, sebuah peta fasies seismik dapat digunakan untuk merekonstruksikan satu atau beberapa model geologi tentatif, dimana semua model itu hendaknya diuji dan dikalibrasi dengan memakai data sumur yang menembus interval yang dipetakan. Tanpa adanya kontrol sumur, sebuah peta fasies seismik umumnya masih tetap terbuka untuk beberapa tafsiran geologi.
      Dengan menggunakan geophysical workstation technology modern, ada sejumlah parameter yang dapat dikuantifikasikan dan dipetakan untuk setiap paket seismik. Amplitudo pantulan seismik pada bagian puncak atau dasar paket itu dapat dipetakan (Enachescu, 1993). Workstation dapat “memilih” suatu bagian penampang seismik, memastikan bahwa bagian terpilih itu selalu terletak pada lembah atau puncak gelombang seismik, serta dapat memetakan amplitudo horizon itu di semua bagian penampang seismik. Peta amplitudo dapat dibaca secara langsung sebagai suatu peta fasies geologi dan amplitudo gelombang pantul dikaitkan dengan geologi. Sebagai contoh, pasir yang menutupi suatu reflektor mungkin menyebabkan terbentuknya pantulan beramplitudo rendah, sedangkan serpih yang reflektor itu menghasilkan pantulan beramplitudo tinggi. Dengan demikian, peta amplitudo akan memperlihatkan distribusi pasir-serpih. Walau demikian, dalam penafsiran seismik stratigrafi, dimana bagian puncak suatu paket seismik bukan merupakan sebuah reflektor melainkan sebuah bidang terminasi reflektor, tidak mungkin bagi kita untuk memilih satu pantulan manapun dan peta amplitudo bidang seismik itu tidak mungkin dapat dibuat.
      Amplitudo rata-rata (average amplitude) dari keseluruhan paket seismik seringkali merupakan sebuah karakter yang bermanfaat. Hal itu umumnya diukur sebagai akar pangkat dua rata-rata (root-square mean) dari amplitudo dalam paket tersebut (jadi disebut RMS amplitude), atau sebagai amplitudo pangkat dua rata-rata (mean square amplitude) (atau “energi rata-rata”). Sifat itu dapat dikuantifikasikan, dipetakan, dan dibuat garis-garis konturnya dengan memakai sebuah workstation, serta diguna-kan untuk membedakan zona-zona dengan amplitudo seismik yang berbeda-beda. Amplitudo seismik merupakan fungsi dari perbedaan densitas dan/atau kecepatan dalam lapisan batuan, serta seringkali berhubungan erat dengan fasies pengendapan. Dalam kipas bawahlaut, misalnya saja, alur dapat dikenal sebagai zona reflektor beramplitudo tinggi dan linier, sedangkan cuping kipas itu diperlihatkan sebagai zona reflektor beramplitudo rendah. Demikian sebaliknya. Sebagai contoh, Jager dkk (1993) memperlihatkan suatu “gated amplitude extraction” (RMS amplitude) dari sebuah interval yang mencakup alur dalam reservoar di Forties Field. Batas-batas alur itu terlihat dengan jelas sebagai sebuah zona linier yang memiliki amplitudo anomali.

3.4.2  Pengenalan Batas-Batas Stratigrafi
      Bidang-bidang kunci yang membagi paket endapan ke dalam systems tract yang merupakan komponen stratigrafinya adalah batas sekuen, bidang transgresi, maximum flooding surface, serta marine onlap/downlap antara lowstand fan dan lowstand wedge (lihat kembali Bab 2). Sebagian besar bidang itu dapat dikenal dalam penampang seismik (gambar 3-12).
      Batas sekuen dapat dikenal pada penampang seismik dengan dua cara. Pertama, dari perkembangan truncation surface yang memiliki relief tinggi, khususnya bidang yang menandai telah terjadinya erosi pada topset batuan tua. Kedua, berdasarkan pergeseran coastal onlap ke arah cekungan di sepanjang batas itu.
      Bidang erosi berelief tinggi dapat dilihat pada gambar 3-7 di sekitar 0,2–0,3 detik. Itu merupakan bata sekuen yang berasosiasi dengan glacial lowstand dan erosi sungai, mungkin di bawah tudung es.
      Coastal onlap adalah proximal onlap dari topset. Karena coastal onlap diyakini terbentuk pada atau dekat muka air laut dan dapat dipastikan terbentuk pada tempat-tempat yang dikenai oleh proses-proses laut-dangkal, maka pergeseran coastal onlap ke arah cekungan mengimplikasikan penurunan muka air laut relatif serta dapat diasumsikan disertai oleh penyingkapan dan erosi pada wilayah topset. Ketika coastal onlap turun hingga terletak di bawah offlap break sebelumnya, maka topset akan onlap terhadap klinoform tua dan bidang itu akan menjadi batas sekuen tipe-1. Ketika coastal onlap turun namun posisi akhirnya tidak di bawah offlap break tua, maka topset akan onlap terhadap topset tua dan bidang itu akan menjadi batas sekuen tipe-2. Perbedaan antara batas sekuen tipe-1 dan batas sekuen tipe-2 telah dibahas panjang lebar pada Bab 2.
      Paket Eosen akhir pada gambar 3-7, yang terletak di bawah 0,7 detik dan di sebelah timur SP 1200, menindih suatu batas sekuen. Hal ini diperlihatkan oleh onlap tiga reflektor topset terhadap suatu klinoform tua di sekitar SP 1200. Topset paling bawah onlap pada 0,8 detik, sedangkan offlap break dari klinoform yang menindihnya terletak pada 0,7 detik. Itu merupakan batas sekuen tipe-1 dan mengindikasikan terjadinya penurunan muka air laut relatif sekitar 100 m (ekivalen dengan 0,1 detik TWT).
      Bidang transgresi menandai berakhirnya lowstand progradation, dan mulai terjadinya transgresi. Bidang ini tidak harus berasosiasi dengan terminasi apapun, namun akan menjadi pembatas antara paket clinoform-topset dengan paket yang hanya disusun oleh topset (lihat gambar 3-7).
      Maximum flooding surface dikenal dalam penampang seismik sebagai sebuah bidang dimana klinoform downlap terhadap topset yang terletak dibawahnya. Bidang itu dapat memperlihatkan backstepping dan pemancungan semu. Perlu dicamkan bahwa tidak setiap downlap surface merupakan maximum flooding surface. Downlap surface yang penting biasanya dapat dipetakan pada bagian dasar klinoform dari lowstand prograding wedge. Itu merupakan puncak lowstand fan surface (karena lowstand wedge sering downlap terhadap kipas). Perbedaannya adalah bahwa fasies yang terletak di bawah downlap surface itu adalah endapan cekungan, bukan topset. Komplikasi lain dapat muncul dalam suatu tatanan yang secara umum didominasi oleh transgresi, dimana baik highstand maupun lowstand wedge downlap terhadap topset sekuen tua. Jika dapat mengkorelasikan downlap surface ke arah darat, bidang itu akan melampar secara lateral menuju suatu batas sekuen (dalam kasus mana bidang itu merupakan bagian puncak dari lowstand fan surface) atau pada suatu kumpulan topset (dalam kasus mana bidang itu merupakan maximum flooding surface).
      Dalam tatanan cekungan, paket refleksi dibatasi oleh marine onlap surface. Idealnya, bidang itu dapat dikorelasikan ke arah darat, menuju tatanan tepi cekungan, dan dikenal sebagai salah satu dari keempat bidang yang telah disebutkan di atas. Hal itu tidak selalu dapat terjadi, terutama dalam suatu tatanan yang umumnya bersifat retrogradasional, dimana lereng purba mem-bentuk zona-zona by-passing. Pada tatanan distal dari suatu cekungan, dimana endapan satu-satunya adalah endapan yang disusun oleh lowstand fan, marine onlap surface antara kipas-kipas bawahlaut akan merepresentasikan condensed interval yang ekivalen secara temporal dengan lowstand wedge serta highstand dan transgressive systems tract serta akan mengandung bidang-bidang keselarasan yang korelatif dengan keempat bidang yang telah disebutkan di atas.


3.3  PENGENALAN SYSTEMS TRACT DALAM PENAMPANG SEISMIK
Telah dikemukakan pada Bab 2 bahwa systems tract hendaknya diidentifikasikan berdasarkan khuluk batas-batasnya dan berdasarkan pola tumpukan stratigrafi internalnya. Prinsip ini dapat diterapkan pada penampang seismik. Jika khuluk batas-batasnya dapat ditafsirkan, maka systems tract juga akan dapat ditafsirkan. Contoh-contoh systems tract dalam penampang seismik diperlihatkan pada gambar 3-14 hingga 3-17 yang diambil dari paket endapan Paleogen di bagian tengah Laut Utara. Paket itu sangat ideal untuk menyajikan prinsip-prinsip seismik stratigrafi karena relatif dangkal, dapat terungkapkan dengan baik dalam penampang seismik, serta kompleks. Detil-detil stratigrafi, yang diambil dari kumpulan data yang sama, disajikan oleh Jones & Milton (1994) yang membahas bagaimana sekuen dan systems tract terdistorsi oleh efek-efek laju pengangkatan tepi cekungan yang relatif tinggi.

3.3.1  Pengenalan Lowstand systems tract
      Lowstand systems tract dibatasi bagian bawahnya oleh batas sekuen, sedangkan bagian atasnya dibatasi oleh bidang trans-gresi. Bidang-bidang itu dapat dikenal berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan di atas. Gambar 3-13 memperlihatkan sebuah lowstand systems tract, yang telah dibahas sewaktu kita membahas tentang gambar 3-7. Batas bawahnya dikenal sebagai batas sekuen karena adanya coastal onlap tiga reflektor topset terhadap klinoform tua (pergeseran coastal onlap ke arah cekungan sejauh 100 m). Khuluk bidang batas atasnya tidak dapat ditentukan dari gambar 3-13, karena kita tidak dapat melihat ujung timur dari systems tract tersebut. Walau demikian, data lain di daerah itu mendukung tafsiran bahwa paket tersebut merupakan lowstand prograding wedge. Paket seismik ini adalah satuan T98 dalam karya tulis Jones & Milton (1994). Itu merupakan endapan Eosen paling akhir (bahkan mungkin awal Oligosen), namun terlalu dangkal untuk prospektif karena di daerah itu telah terjadi biodegradasi minyak pada tempat yang relatif dangkal. Kipas bawahlaut juga berkembang dalam lowstand systems tract tersebut, namun tidak terpotong oleh garis lintasan seismik ini.
      Gambar 3-14 memperlihatkan sebuah lowstand systems tract di daerah yang sama, namun untuk paket endapan yang lebih dalam. Paket itu dikenal sebagai lowstand systems tract karena menindih oleh suatu batas sekuen. Batas sekuen itu sendiri dikenal karena terjadinya pergeseran toplap level dari klinoform di dalam systems tract tersebut. Paket itu juga ditindih oleh sebuah bidang transgresi (transisi menjadi sebuah satuan topset retrogradatif, diperlihatkan dengan lebih mendetil pada gambar 3-15) dan mengandung endapan kipas cekungan. Endapan kipas cekungan itu diketahui sebagai tonjolan beberapa reflektor yang terletak di bawah, dan lebih ke arah distal, dari klinoform. Detil-detil hubungan antara reflektor-reflektor klinoform dengan reflektor-reflektor cekungan tidak terlalu jelas, namun salah satu tafsiran yang mungkin adalah bahwa klinoform itu downlapping terhadap puncak kipas (gambar 3-14). Dengan demikian, lowstand systems tract ini dapat dibagi menjadi dua bagian: (1) lowstand fan; dan (2) lowstand wedge.
      Systems tract ini diketahui umurnya adalah Paleosen akhir, dan menjadi bagian dari satuan T45 dalam karya tulis Jones & Milton (1994). Klinoform dalam systems tract ini kemungkinan merupakan Dornoch Formation, sedangkan serpih cekungan yang ada didalamnya kemungkinan Sele Formation. Kipas dari Larger Sele Formation merupakan reservoar yang menarik di Laut Utara. Lowstand systems tract ini merepresentasikan pengangkatan maksimum Scottish Mainland dan Laut Utara yang berdampingan dengannya selama berlangsungnya episode pengangkatan Paleosen (Jones & Milton, 1994).

3.3.2  Pengenalan Transgressive systems tract
      Transgressive systems tract dibatasi bagian bawahnya oleh suatu bidang transgresi, sedangkan bagian atasnya dibatasi oleh maximum flooding surface. Systems tract itu disusun oleh parasekuen-parasekuen topset dengan pola retrogradasi. Transgressive systems tract seringkali sangat tipis dan dapat dipresentasikan oleh satu reflektor. Gambar 3-15 memperlihatkan suatu transgressive systems tract dari endapan Eosen awal di bagian tengah Laut Utara. Paket itu dikenal sebagai transgressive systems tract karena bagian bawahnya ditandai oleh transisi dari interval yang terutama berupa klinoform di bagian bawah menjadi interval yang sebagian atau seluruhnya merupakan topset di bagian atas. Bagian dalam paket itu juga memperlihatkan dengan jelas geometri retrogradasional. Ada dua reflektor beramplitudo tinggi yang terlihat dalam systems tract ini, dimana reflektor yang terletak di atas (lebih muda) terpindahkan, relatif terhadap reflektor yang terletak di bawah (lebih tua). Reflektor-reflektor itu berasal dari dua interval batubara retrogradatif; salah satu atau keduanya ekivalen dengan batubara Top Dornoch Formation (Deegan & Scull, 1977). Gambar itu memperlihatkan kesulitan pemakaian fasies yang memotong bidang waktu, dalam kasus ini lapisan batubara, untuk membagi stratigrafi.
      Transgressive systems tract ditutupi oleh suatu maximum flooding surface. Maximum flooding surface dapat dikenal dari adanya downlapping klinoform yang terletak diatasnya. Batubara lain yang menindih klinoform itu (yakni batubara Top Beauty Formation) menandai transgresi tahap berikutnya. Tidak ada gejala pemancungan yang terlihat dengan jelas di bagah maximum flooding surface itu, kecuali mungkin pada ujung kanan dari transgressive systems tract tersebut (gambar 3-15).

3.3.3  Pengenalan Highstand systems tract
Highstand systems tract dibatasi bagian bawahnya oleh maximum flooding surface,sedangkan bagian atasnya dibatasi oleh batas sekuen. Systems tract ini memperlihatkan geometri progradasional. Gambar 3-16 melukiskan suatu highstand systems tract dari endapan Eosen awal di bagian tengah Laut Utara. Systems tract itu terdiri dari sejumlah topset dan klinoform yang berprogradasi serta menindih maximum flooding surface. Klinoform dalam systems tract itu downlap terhadap topset dari systems tract yang terletak dibawahnya. Apparent truncation dapat dilihat di bawah bidang itu. Systems tract yang terletak diatasnya memperlihatkan adanya relief bidang erosi dan merupakan suatu batas sekuen. Topset mendatar dari systems tract yang terletak diatasnya onlap terhadap highstand clinoform yang lebih tua (merespresentasikan pergeseran ke arah cekungan sejauh 100 m). Khuluk kedua batas itu dan arsitekturnya yang progradasional mendukung gagasan bahwa paket itu merupakan highstand systems tract. Secara lebih mendetil, highstand systems tract dapat ditafsirkan terdiri dari dua atau mungkin tiga downstepping progradational wedge (masing-masing bergeser lebih ke arah cekungan dan lebih bawah dibanding prograding wedge sebelumnya). Hal itu mungkin merupakan sekuen dari orde yang lebih tinggi (sekuen orde-4) dan systems tract itu merupakan sebuah composite systems tract sebagaimana telah dibahas pada Bab 2.


3.4  RANJAU-RANJAU DALAM PENAFSIRAN REKAMAN SEISMIK
Banyak ranjau dan ketaksaan yang sifatnya inheren dalam penafsiran seismik stratigrafi. Ranjau dan taksa terpenting adalah:
1.     Data seismik memiliki resolusi yang relatif rendah dan hubungan strata dalam paket-paket endapan yang tipis mungkin tidak mungkin dapat diketahui.
2.     Tidak setiap systems tract hadir pada suatu penampang. Sebagai contoh, suatu penampang mungkin tidak memperlihatkan adanya lowstand fan system. Hal ini terlihat pada kasus gambar 3-17, dimana suatu lowstand fan diperlihatkan berkembang pada muara ngarai yang menoreh highstand slope. Penampang seismik pada garis AA’ tidak akan memperlihatkan adanya lembah torehan maupun lowstand fan tersebut.
3.     Salah satu kekeliruan yang paling sering dilakukan oleh para analis seismik stratigrafi adalah mengasumsikan bahwa semua bidang seismik yang dicirikan oleh terminasi reflektor merupakan batas sekuen sebagaimana yang dikemukakan oleh Van Wagoner dkk (1990).
4.     Kunci untuk memperoleh tafsiran seismik stratigrafi yang baik adalah menyadari kebenaan coastal onlap serta mampu mengenal coastal onlap dalam penampang seismik. Walau demikian, setiap penafsir seismik stratigrafi dapat dengan mudah keliru dalam membedakan coastal onlap dari marine onlap. Meskipun coastal onlap hanya terbatas pada reflektor-reflektor topset, namun tidak selalu mudah untuk menentukan apakan reflektor-reflektor tertentu merupakan topset yang sebenarnya atau bukan. Topset dapat dikenal dengan meyakinkan hanya apabila reflektor-reflektornya sejajar satu sama lain dan terletak lebih ke arah darat dari offlap break.
5.     Penorehan sungai dan ngarai bawahlaut dapat dengan mudah saling tertukar. Torehan sungai merupakan indikator batas sekuen; torehan ngarai bawahlaut tidak harus mencirikan batas sekuen.
6.     Dalam paket klinoform dengan bottomset yang melampar luas, setiap penafsir mungkin keliru dalam mengenal downlap surface. Banyak klinoform akan berakhir pada bottomset tua. Downlap surface yang sebenarnya terletak pada terminasi-terminasi bottomset.

sumber Sekuen Stratigrafi  Emery dkk (1996)

Comments

Popular posts from this blog

Proses Transportasi dan Struktur Sedimen

Source : Sam Boggs Jr :  Proses Transportasi dan Struktur Sedimen Proses Transportasi dan Struktur Sedimen Bangunan biologi seperti karang-karang, tumpukan cangkang dan karpet mikroba diciptakan di dalam tempat yang tidak ada transportasi material. Sama halnya, pengendapan mineral evaporit di dalam danau, laguna dan di sepanjang garis pantai yang tidak melibatkan semua pergerakan zat particulate (substansi yang terdiri dari partikel-partikel). Namun bagaimanapun, hampir semua endapan sedimen lainnya diciptakan oleh transportasi material. Pergerakan material kemungkinan murni disebabkan oleh gravitasi, tapi yang lebih umum adalah karena hasil dari aliran air, udara, es atau campuran padat ( dense mixtures ) sedimen dan air. Interaksi material sedimen dengan media transportasi menghasilkan berkembangnya struktur sedimen, beberapa struktur sedimen berkaitan dengan pembentukan bentuk lapisan ( bedform ) dalam aliran sedangkan yang lain adalah erosi. Struktur sedimen ini terawetkan...

Lingkungan dan Fasies

Source : Sam Boggs Jr :L ingkungan dan Facies Lingkungan dan Fasies Sifat alami material yang diendapkan dimanapun akan ditentukan oleh proses fisika, kimia dan biologi yang terjadi selama pembentukan, transportasi dan pengendapan sedimen. Proses-proses ini juga mengartikan lingkungan pengendapan. Di bab selanjutnya, dibahas proses-proses yang terjadi di dalam tiap-tiap lingkungan pengendapan yang terdapat di seluruh permukaan bumi dan karakter sedimen yang diendapkan. Untuk mengenalkan bab ini, konsep lingkungan pengendapan dan fasies sedimen dibahas di bab ini. Metodologi analisis batuan sedimen, perekaman data dan menginterpretasikannya ke dalam proses dan lingkungan dibahas di sini secara umum. Contoh kutipan yang berhubungan dengan proses dan hasil di dalam lingkungan dibahas dengan lebih detail di bab berikutnya. 5.1 Menginterpretasi Lingkungan Pengendapan Masa Lampau Setting dimana sedimen terakumulasi dikenal sebagai kesatuan geomorfologi seperti sungai, danau, pa...

Gunung Singgalang

Sejarah Pembentukan singkat gunung singgalang : Gunung Singgalang sendiri termasuk ke dalam jenis gunung berapi yang tidak aktif. Yang artinya gunung singgalang sudah terjadi erupsi lebih dari duaribu tahun yang lalu. Gunung berapi adalah gunung yang terbentuk jika magma dari perut bumi naik ke permukaan. Gunung berapi dapat dikelompokkan menurut tingkat kedasyatan letusan, apakah itu dasyat ataupun tenang.  Gunung berapi dapat berbentuk kerucut, kubah, berpuncak datar, atau seperti menara, tergantung pada jenis letusan dan sifat-sifat fisik magma yang disemburkan. Gunung Singgalang termasuk gunungapi berbentuk kerucut (stratovulkano) tetapi karena gunung singgalang sudah lama meletus sehingga puncaknya tererosi dan membentuk puncak yang relatif datar. Telaga dewi yang terdapat di puncak singgalang merupakan kawah hasil erupsi singgalang ketika 2000 tahun silam. Morfologi daerah gunung atau bentuk roman muka bumi  Didaerah G. Singgalang ini mempunyai morfo...