Skip to main content

DATA SINGKAPAN DAN DATA SUMUR


DATA SINGKAPAN DAN DATA SUMUR


4.1  PENDAHULUAN DAN PERSPEKTIF SEJARAH
      Sekuen stratigrafi yang didasarkan pada data singkapan, inti bor, dan wireline logs telah dikembangkan pada awal 1980-an, sejalan dengan dilakukannya pengujian terhadap ancangan seismik stratigrafi. Teknik-teknik itu kemudian dikembangkan lagi, terutama pada beberapa tahun terakhir. Hasilnya diterbitkan dalam dua simposia penting. Pertama, SEPM Special Publication 42 (Wilgus dkk, 1988) yang mengetengahkan sejumlah makalah kunci dimana para peneliti Exxon meletakkan konsep-konsep dasar sekuen stratigrafi. Berbagai definisi dan model yang ditampilkan dalam simposium tersebut pada dasarnya memperlihat-kan kaitan antara model-model seismik stratigrafi berskala cekungan dengan model-model fasies sedimen yang skalanya jauh lebih kecil. Kedua, AAPG Methods in Exploration 7 (Van Wagoner dkk, 1990) yang secara khusus membahas tentang sekuen stratigrafi resolusi-tinggi berdasarkan data-data singkapan, inti bor, dan wireline logs. Dengan diterbitkannya dua simposia itu, sekuen stratigrafi memperoleh tempat yang lebih luas di kalangan ahli-ahli geologi dan, pada gilirannya, memperoleh kemajuan pesat. Walau demikian, ada sejumlah ahli yang mengajukan kritik tajam terhadap konsep-konsep sekuen stratigrafi. Sebagai contoh, Miall (1991) mempertanyakan model-model dalam SEPM Special Publication 42 dan Walker (1990) menunjukkan bahwa model-model sekuen stratigrafi ternyata tidak mudah untuk diterapkan, misalnya pada kasus endapan bawah permukaan yang ada di bagian barat Canada.
      Bab ini akan memperlihatkan penerapan konsep-konsep sekuen stratigrafi terhadap data-data singkapan, inti bor, dan wireline logs. Pembahasan tentang penerapan pada singkapan dan inti bor agak terbatas di sini karena kedua topik tersebut akan banyak dibahas pada Bab 7 hingga Bab 10.



4.2  RESOLUSI DATA SUMUR
Tidak semua teknik yang disajikan pada bab ini menghasilkan data stratigrafi yang skala atau resolusinya sama. Gambar 3-2 memperlihatkan log sinar-gamma dan kolom litologi yang telah disederhanakan, diambil pada suatu reservoar di Lapangan Minyak Beatrice (Laut Utara), kemudian disebandingkan dengan gelombang seismik.  Dari gambar itu tampak bahwa log sinar-gamma dapat mendeteksi keberadaan bidang-bidang perlapisan, sedangkan gelombang seismik tidak dapat mendeteksinya. Karena itu, log sinar-gamma, dan berbagai jenis wireline log lain, dapat digunakan untuk melakukan analisis stratigrafi yang cukup mendetil. Walau demikian, log sinar-gamma dan log-log listrik tidak memiliki resolusi yang tinggi dan tidak dapat "meneliti" batuan yang terletak cukup jauh dari lubang bor (gambar 4-4). Selain itu, pengkonversian data log ke dalam data litologi tidak selalu dapat memberikan informasi geologi yang cukup berarti. Karena itu, apabila memungkinkan, data log sebaiknya dilengkapi dan dikalibrasi oleh data inti bor. Inti bor merupakan bahan analisis stratigrafi yang penting. Walau demikian, inti bor jarang diambil karena alasan ekonomis. Inti bor biasanya hanya diambil di sekitar reservoar migas, dimana panjangnya paling-paling hanya beberapa puluh meter. Selain itu, seperti juga log, inti bor hanya memberikan data geologi satu dimensi dan hanya terletak pada sumur bor. Selain memberikan data litologi, sumur juga menghasilkan data biostratigrafi (lihat Bab 6).


4.3  SEKUEN STRATIGRAFI SINGKAPAN DAN INTI BOR
4.3.1  Parasekuen pada Singkapan dan Inti Bor
      Parasekuen, sebagimana telah didefinisikan pada sub bab 2.5, adalah paket lapisan atau himpunan lapisan yang relatif selaras dan dibatasi oleh marine flooding surface dan bidang-bidang lain yang korelatif dengannya. Hingga dewasa ini, keberadaan parasekuen dapat ditentukan dengan keyakinan cukup tinggi dalam paket endapan laut-dangkal dan pesisir. Parasekuen pada paket endapan paparan-luar, laut-dalam, dan terestrial jauh lebih sukar untuk dikenali keberadaannya.
      Khuluk parasekuen tergantung pada asosiasi fasies. Sebagian telah dijelaskan oleh Van Wagoner dkk (1990) (lihat sub bab 2.5). Khuluk paling umum dari parasekuen adalah pengkasaran ke atas (coarsening upward) (gambar 4-1), gejala mana banyak ditemukan dalam endapan bahari. Dalam paket tersebut, kadar serpih makin ke atas makin menurun, namun kadar pasir dan ketebalan lapisan-lapisan batuan makin bertambah. Marine flooding surface dapat dikenali berdasarkan adanya perubahan yang tiba-tiba, misalnya serpih bahari terletak di atas batupasir yang mengandung jejak-jejak akar, dimana bidang pembatas itu sendiri mengindikan telah terjadinya erosi. Selain itu ada beberapa aspek lain yang mengindikasikan batas parasekuen, namun sifatnya tidak diagnostik, yaitu:
1.     Hadirnya karbonat bahari, fosfat, dan glaukonit yang mengindikasikan rendahnya laju sedimentasi silisiklastik.
2.     Hadirnya endapan sisa yang mengindikasikan transgresi di daerah pesisir. Endapan ini sering ditemukan di atas batas parasekuen, namun seringkali tipis (tebalnya kurang dari 10 cm) dan hanya mengandung sedimen yang terletak di bawah batas parasekuen.
3.     Hadirnya zona sedimentasi bahari preferensial. Zona ini hanya akan terbentuk apabila marine flooding surface melalui amalgamated marine sandstones.
4.     Hadirnya bidang erosi yang bergelombang lemah (relief umumnya hanya beberapa centimeter; jarang yang mencapai satu atau dua meter). Kehadiran bidang ini biasanya hanya dapat dikenal apabila singkapannya baik atau jika inti bor diambil dari sejumlah lubang yang terletak berdekatan.
Parasekuen yang makin "kotor" ke atas (dirtying-upward parasequence), maksudnya parasekuen yang makin ke atas kadar material halusnya makin banyak, juga dapat dikenal pada paket endapan estuarium. Selain itu, parasekuen yang mendangkal ke atas menuju endapan terestris, kadang-kadang juga memiliki serpih paralik atau batubara di bagian puncaknya.
      Parasekuen memiliki satuan yang korelatif dengannya pada sistem fluvial. Gejala pendauran pada sistem fluvial umumnya menghasilkan tumpukan fasies alur yang memperlihatkan gejala penghalusan ke atas. Kaitan antara daur-daur alur dengan parasekuen akan dibahas lebih jauh pada Bab 8.

4.3.2  Pola Tumpukan Parasekuen dan Systems tract
      Pola tumpukan atau "arsitektur" parasekuen telah dibahas pada anak sub bab 2.5.3. Ada tiga pola tumpukan parasekuen:
1.     Progradasional, dimana makin tinggi posisi suatu fasies dalam suatu parasekuen, makin dekat pula lokasi pengendapannya dengan pusat cekungan.
2.     Agradasional, dimana dimanapun posisi suatu fasies dalam suatu parasekuen, fasies itu merepresentasikan lokasi pengendapan yang lebih kurang sama.
3.     Pola retrogradasional, dimana makin tinggi posisi suatu fasies dalam sebuah parasekuen, makin dekat lokasi pengendapannya dengan daratan.
Pola-pola tumpukan parasekuen itu dapat dikenali keberadaannya pada singkapan dan dalam inti bor. Posisi setiap parasekuen, relatif terhadap bidang-bidang stratigrafi utama, dapat digunakan untuk menentukan systems tract dimana parasekuen itu berada.
      Contoh yang ditampilkan pada gambar 4-2 berasal dari Formasi Viking di Alberta, Canada. Inti bor yang berasal dari sumur 6-11-48-21-W4 memperlihatkan dua parasekuen yang lengkap dan ditafsirkan sebagai endapan tidal sand-sheet environment (Reynold, 1994). Dasar setiap parasekuen itu berupa batupasir halus yang banyak mengandung struktur bioturbasi dan kadang-kadang memperlihatkan adanya laminasi silang-siur berskala gelembur. Peristiwa penurunan kadar pasir secara tiba-tiba menandai flooding surface yang juga mengandung struktur bioturbasi dan butir-butir pasir berukuran sedang. Makin ke atas, kadar pasir makin tinggi disertai dengan terjadinya perubahan pola lubang-lubang galian, dari horizontal menjadi vertikal. Perubahan-perubahan tersebut, bersama-sama dengan makin banyaknya lapisan berstruktur silang-siur yang tidak mengandung struktur bioturbasi, ditafsirkan mengindikasikan peristiwa pendangkalan dan progradasi dalam suatu parasekuen. Puncak parasekuen ditandai dengan menurunnya kadar pasir, diikuti dengan hadirnya sistem bioturbasi seperti yang terjadi pada parasekuen pertama. Namun, untuk parasekuen yang kedua ini, di sekitar puncaknya didominasi oleh batupasir berlapisan silang-siur berskala gumuk (sensu Ashley, 1990). Lapisan silang-siur ini ditafsirkan mengindikasikan aktivitas arus harian dan lokasi pembentukan fasies yang lebih dekat ke darat. Karena itu, kedua parasekuen itu ditafsirkan merupakan parasequence set progradasional. Di atas parasequence set kedua terdapat flooding surface yang ketiga, ditandai oleh adanya endapan sisa (lag deposits) yang cukup tebal . Setelah itu, terjadi perubahan besar butir dan stuktur sedimen secara dramatis. Perubahan proses-proses sedimen yang diindikasikan oleh endapan-endapan tersebut mungkin mengindikasikan bahwa endapan yang disebut terakhir ini merupakan interfluve sequence boundary yang dari pemetaan regional terbukti berkorelasi secara lateral dengan suatu lembah torehan. Parasequence set progradasional tersebut di atas kemungkinan besar adalah highstand systems tract yang kemudian ditutupi oleh batas sekuen.
      Tumpukan parasekuen retrogradasional terlihat dengan baik pada singkapan Formasi Scarborough yang berumur Jura di Yorkshire (gambar 4-3; Gowland & Riding, 1991). Di bagian bawah Formasi Scarborough terdapat Anggota Gristhorpe yang dicirikan oleh batupasir endapan bobolan yang mengadung jejak-jejak akar dan mengindikasikan lingkungan dataran delta. Endapan itu berturut-turut ditutupi oleh lapisan batubara dan batulumpur hitam. Batubara ditafsirkan sebagai produk penurunan pasokan sedimen pada tahap awal penaikan muka air laut. Batulumpur hitam sendiri ditafsirkan terbentuk di atas flooding surface, pada lingkungan laguna, sewaktu terjadi transgresi. Batulumpur ditutupi oleh dua parasekuen mengkasar ke atas yang relatif tidak beraturan. Parasekuen yang pertama dimulai oleh batulumpur bioturbasi yang dibatasi oleh kontak tajam dari batulumpur yang ada dibawahnya. Kontak tajam itu ditafsirkan mencerminkan transgresi di daerah pesisir berenergi rendah, sedangkan parasekuennya sendiri ditafsirkan sebagai endapan dataran delta bagian bawah yang berair payau. Tiga parasekuen berikutnya juga memperlihatkan pola mengkasar ke atas. Walau demikian, parasekuen-parasekuen itu dapat dibedakan dari dua parasekuen yang pertama karena flooding surface pada parasekuen-parasekuen yang disebut dimuka itu terbentuk lapisan bioturbasi dan batuan karbonat. Kemudian, dalam parasekuen-parasekuen itu, makin ke atas makin banyak ditemukan lapisan bioturbasi, makin banyak ditemukan fosil, dan makin tinggi kadar karbonatnya. Hal itu mengindikasikan bahwa parasekuen-parasekuen itu merupakan paket endapan retrogradasional. Hasil penelitian geologi regional juga menunjukkan bahwa parasekuen ke-5 merupakan parasekuen yang terbentuk pada lingkungan yang paling dekat ke laut. Di atas itu, parasekuen mengindikasikan progradasi. Dengan demikian, parasequence set retrogradasional ini ditafsirkan sebagai transgresive systems tract.

4.3.3  Bidang-Bidang Stratigrafi Kunci pada Singkapan dan Inti Bor
      Sebagaimana telah dikemukakan di atas, arsitektur parasekuen dapat membantu kita untuk menentukan status suatu bidang stratigrafi. Walau demikian, kita tidak dapat membedakan marine flooding surface dari flooding surface lain yang lebih penting dari singkapan yang terbatas atau dari inti bor yang tidak lengkap. Tanpa batuan data-data wireline logs atau data geologi regional, bidang tersebut hendaknya tidak diinterpretasikan lebih dari sekedar flooding surface. Demikian halnya dengan batas sekuen. Apabila tidak ada singkapan atau data-data lain yang menunjang, sebaiknya kita tidak menyebutkan adanya suatu batas sekuen. Batupasir alur yang berdasar tajam dan memotong endapan dataran banjir mungkin bukan mencerminkan batas sekuen melainkan hanya sebagai jejak migrasi alur sungai. Dengan kata lain, gejala itu mungkin hanya mengindikasikan proses sedimentasi normal, bukan penorehan fluvial yang terjadi akibat menurunnya muka air laut. Pada kasus dimana kita memper-kirakan bahwa suatu bidang merupakan batas sekuen, tanpa memiliki data-data yang kuat, sebaiknya kita katakan bahwa bidang itu merupakan "kandidat" batas sekuen.
      Pengenalan batas sekuen dari singkapan atau dari inti bor memerlukan adanya bukti-bukti perpindahan fasies; adanya fasies relatif proksimal di atas fasies yang relatif distal, tanpa disertai adanya jejak pengawetan fasies-antara dari kedua fasies tersebut di atas (gambar 4-4). Gejala ini tidak akan tampak jelas di setiap lokasi pengamatan. Pada contoh data inti bor tersebut di atas, batas sekuen dicirikan oleh endapan sisa yang dapat dikorelasikan secara regional dengan endapan pengisi lembah torehan. Jika endapan pengisi lembah torehan tersingkap atau tertembus bor, kita akan menemukan adanya "loncatan," dari endapan bahari menjadi endapan fluvial atau endapan estuarium pengisi lembah torehan. Gejala seperti itu terpampang dengan baik pada singkapan Formasi Scarborough. Pada singkapan itu tampak bahwa di atas parasequence set retrogradational terdapat satu unit progradasional yang seluruhnya terbukti merupakan highstand parasequences. Diatasnya lagi terdapat batupasir kasar tebal, disebut Moor Grit, yang memotong Formasi Scarborough (gambar 4-3). Moor Grit adalah endapan pengisi lembah torehan berupa batupasir endapan pasut, dengan sedikit mud drapes, yang seluruhnya mengindikasikan perpindahan fasies, relatif terhadap endapan batulumpur dan batupasir yang terdapat dibawahnya.
      Di daerah-daerah dengan singkapan spektrakuler, kita mungkin dapat menemukan bidang stratigrafi utama berdasarkan geometri skala besar. Sebagai contoh, kasus seperti itu ditemukan di Italian Dolomites, di tempat mana batur karbonat Trias progradasional memperlihatkan sedimen lereng (yang merupakan highstand systems tract) menyapun (downlapping) pada batulumpur endapan laut dalam dan karbonat lain yang merupakan endapan transgressive systems tract. Line drawing gambar 4-5 (Bosellini, 1984) memperlihatkan maximum flooding surface di bagian dasar klinoform progradasi dari Formasi Catanaccio.


4.4  SEKUEN STRATIGRAFI BERDASARKAN WIRELINE LOGS
      Analisis sekuen stratigrafi dari wireline logs merupakan komponen penting dari kegiatan analisis data bawah permukaan secara keseluruhan. Data log memungkinkan litologi dan lingkungan dapat ditempatkan pada penampang seismik. Dengan demikian, analisis ini akan mengaitkan fasies seismik dengan sifat-sifat batuan dan fasies sedimentologi. Pengikatan seismik terhadap data sumur bukan merupakan pekerjaan yang sepele. Karena itu, kami sarankan agar para pembaca menelaah karya tulis McQuillin dkk (1984) untuk memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh.
      Analisis sekuen stratigrafi terhadap data wireline logs tidak mudah dan tidak jarang menjebak. Sebagian batas-batas systems tract mungkin tidak tampak dengan jelas pada log dan mungkin hampir tidak tampak sama sekali pada inti bor. Korelasi antar sumur bor seringkali salah. Jika lokasi lubang-lubang bor itu berdekatan dan jika kontrol inti bor baik, misalnya pada data sumur-sumur produksi di suatu lapangan migas, data itu mungkin cukup untuk memberikan gambaran dimana dan bagaimana batas-batas sekuen berada. Makin jauh jarak antar lubang bor, makin sukar kita untuk dapat mengenal batas-batas sekuen.

4.4.1  Kumpulan Log dalam Analisis Sekuen Stratigrafi
      Analisis sekuen adalah metoda dan teknik penarikan kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mengontrol pengendapan paket sedimen. Karena itu, agar data wireline logs dapat berperan sebagai bahan analisis sekuen, maka log yang digunakan untuk mengambil data itu hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan akan mencerminkan parameter-parameter pengendapan. Selain itu, kita juga harus selalu waspada terhadap berbagai potensi yang dapat menyebabkan timbulnya kekeliruan pengambilan informasi dan penafsiran stratigrafi dari wireline logs. Pembahasan yang lebih mendalam mengenai pemakaian log dapat diperoleh dari karya Rider (1986).
      Kumpulan data wireline log yang melewati serangkaian batuan sedimen silisiklastik diperlihatkan pada gambar 4-6. Beberapa individu log akan dibahas di bawah ini.

4.4.1.1  Log Sinar Gamma
      Log sinar gamma, atau biasa disingkat log gamma, merupakan tipe log yang paling berguna dalam analisis sekuen strati-grafi. Radioaktivitas batuan, yang diukur oleh alat log gamma, umumnya merupakan fungsi langsung dari kadar mineral lempung dalam batuan dan, oleh karena itu, mengindikasikan besar butir partikel-partikel sedimen. Log sinar gamma sering digunakan untuk mendeteksi perubahan energi pengendapan: penurunan radioaktivitas mengindikasikan meningkatan kadar mineral lempung dan, oleh karena itu, mengindikasikan penurunan energi pengendapan. Meskipun rampatan seperti itu memiliki nilai keumuman, namun kita harus selalu hati-hati karena ada beberapa pengecualian dari keumuman tersebut.
      Uranium dalam serpih yang kaya akan material organik, atau uranium yang dipresipitasikan dalam suatu sedimen setelah sedimen itu diendapkan, dapat menimbulkan anomali positif pada rekaman radiokativitas batuan (maksudnya radioaktivitas batuan itu tinggi, meskipun mineral lempung yang ada didalamnya tidak terlalu banyak). Anomali positif seperti itu juga dapat disebabkan oleh kehadiran felspar dalam jumlah yang bukup besar dalam batupasir arkose dan kehadiran mineral berat, khususnya monazit dan thorit, dalam endapan sisa. Sebagian dari efek tersebut dapat diditeksi apabila kita menggunakan  spectral gamma log.
      Sebagian besar variasi log sinar gamma yang diperlihatkan pada gambar 4-6 berkaitan dengan parameter pengendapan serta dengan nisbah pasir terhadap serpih. Pengecualian ditemukan pada zona batuan yang tersemenkan dengan kuat dan pada zona batubara, dimana rekaman sinar gamma rendah, meskipun hal itu tidak berkonotasi dengan tingginya kadar butir-butir pasir di dalam batuan tersebut.
4.4.1.2  Log Sonik
      Log sonik mengukur waktu tempuh gelombang suara yang merambat melalui batuan. Waktu tempuh ini merupakan fungsi dari porositas dan litologi. Gelombang suara dalam serpih akan bergerak relatif lambat daripada gelombang suara dalam batu-pasir yang porositasnya sama. Dengan kata lain, waktu tempuh gelombang suara dalam serpih relatif lebih rendah dibanding waktu tempuh gelombang suara dalam batupasir yang porositasnya sama dengan serpih itu. Fenomena ini memungkinkan kita untuk menggunakan log sonik sebagai indikator besar butir. Tingginya kadar material organik dalam batubara dan serpih hitam menyebabkan tingginya nilai waktu tempuh gelombang suara dalam batuan tersebut. Karena itu, log sonik juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengenal condensed section yang kaya akan material organik.
      Selain dipengaruhi oleh kedua faktor di atas, log sonik juga dipengaruhi oleh sementasi dan kompaksi batuan serta oleh kehadiran retakan dalam batuan. Log sonik pada gambar 4-6 tidak mampu memperlihatkan perbedaan yang tegas antara batu-pasir dan batulumpur, namun dengan jelas membedakan zona yang tersemenkan dengan batubara.

4.4.1.3  Log SP
      Log SP (spontaneous potential) mengukur perbedaan potensi kelistrikan antara batuan yang ada di bawah permukaan dengan potensi kelistrikan permukaan bumi. Log ini sensitif terhadap perubahan permeabilitas sehingga sangat baik untuk digunakan dalam membedakan pasir (yang umumnya permeabel) dengan serpih (yang umumnya impermeabel). Log SP paling baik bekerja pada kondisi dimana ada perbedaan resistivitas yang cukup tinggi antara fluida pengeboran dengan air formasi.
      Pada zona serpih yang impermeabel, log SP umumnya tampak lebih kurang lurus. Garis lurus itu biasa disebut garis-dasar serpih (shale base-line). Perbedaan antara tipe serpih dapat dilihat dengan jelas dari log sinar gamma.
      Log SP dipengaruhi oleh kehadiran hidrokarbon, sementasi, dan perubahan salinitas air formasi. Log SP pada gambar 4-6 mampu membedakan batupasir dengan batulumpur di bagian bawah rekaman tersebut, namun tidak terlalu baik untuk membedakan batupasir dan batulumpur yang terletak di bagian atas rekaman tersebut.

4.4.1.4  Kerabat Log Densitas-Neutron
      Kerabat log densitas-neutron (kerabat FDC-CNL di perusahaan Schlumberger) merupakan rangkaian log yang paling baik untuk mendeteksi litologi dan, oleh karena itu, dapat digunakan untuk menghubungkan litologi dengan trend pengendapan. Kerabat log ini merupakan salah satu kumpulan log yang paling baik untuk analisis sekuen stratigrafi, namun tidak selalu digunakan sebagaimana log sinar gamma. Log densitas (FDC) mengukur densitas elektron dalam formasi dengan cara menangkap sinar gamma yang dipantulkan dan kemudian mengkonversikannya menjadi harga densitas ruah sebenarnya, sedangkan log neutron (CNL) mengukur porositas formasi berdasarkan interaksi antara neutron yang dilepaskan oleh alat dengan hidrogen yang ada dalam formasi.
      Skala log ini ditera sedemikian rupa sehingga lebih kurang sama dan akan saling menindih pada zona batuan karbonat yang bersih. Pada zona batupasir, log akan memperlihatkan pemisahan, mulai dari pemisahan yang relatif kecil (pada sebagian besar batupasir) hingga pemisahan yang cukup besar (pada batupasir felspatik). Peningkatan kadar serpih akan menyebabkan ber-tambahnya pembacaan kadar neutron (dari hidrogen yang terikat pada mineral lempung), sedangkan densitasnya relatif tidak berubah. Dengan demikian, penindihan dan pemisahan kedua kurva tersebut merupakan indikator yang sensitif untuk besar butir. Selain itu, batubara dapat dengan mudah dikenal dalam kerabat log densitas-neutron.
      Log densitas dipengaruhi oleh kehadiran lubang bor yang melebihi ukuran yang seharusnya akibat erosi atau runtuhnya dinding sumur serta oleh kehadiran mineral-mineral berat seperti pirit dan siderit. Kehadiran gas akan menyebabkan tingginya pembacaan log neutron sejalan dengan bertambahnya proporsi atom hidrogen dalam metana.
      Kerabat log densitas-neutron pada gambar 4-6 memperlihatkan indikasi trend pengendapan yang sama baiknya dengan log sinar gamma, disertai dengan satu kelebihan, yaitu mampu mendeteksi dengan baik kehadiran batubara dan zona yang tersemenkan. Log densitas, secara khusus, berperan dengan sangat baik untuk mendeteksi daur mengkasar ke atas berskala kecil seperti pada kasus gambar 4-6.

4.4.1.5  Kerabat Log Resistivitas
      Log resistivitas mengukur resistivitas batuan, dimana resistivitas batuan itu sendiri merupakan fungsi dari porositas dan fluida ruang pori. Batuan yang sangat sarang dan mengandung fluida ruang pori dengan kadar garam tinggi akan memiliki resistivitas rendah, sedangkan batuan yang tidak sarang atau batuan yang mengandung hidrokarbon akan memiliki resistivitas tinggi. Jika kandungan fluida dalam suatu formasi konstan (misalnya pada kasus "oil leg" atau "water leg"), trend resisitivitas dapat menjadi indikator litologi yang sangat baik. Log resistivitas seringkali merupakan alat yang sangat baik untuk meng-korelasikan paket serpih atau paket batupasir bersih, pada saat mana pembacaan log sinar gamma praktis monoton.
      Tipe log resistivitas yang berbeda memiliki resolusi yang berbeda pula. Sebagian log resistivitas mengukur kolom batuan setiap 2,5 mm atau 5 mm sedemikian rupa sehingga hampir setiap lapisan akan dapat terdeteksi. Pada gambar 4-6, efek "oil leg" pada paket mengkasar ke atas menyebabkan trend pengendapan menjadi tidak terlalu jelas adanya.

4.4.2  Trend Log
      Rekaman log dapat digunakan untuk memperkirakan litologi. Karena itu, trend rekaman log (pada berbagai skala) meng-indikasikan trend energi pengendapan dan, pada gilirannya, mengindikasikan pola tumpukan sedimen. Sebagai contoh, pada paket endapan laut-dangkal, peningkatan energi pengendapan berkaitan langsung dengan penurunan kedalaman. Banyak literatur stratigrafi menyajikan berbagai hasil penelitian yang mencoba melukiskan kaitan antara trend log dengan pengendapan, misalnya kaitan antara peningkatan sinar gamma dengan endapan gosong tanjung atau antara penurunan sinar gamma dengan endapan gosong muara sungai (a.l. Pirson, 1977; Coleman & Prior, 1980; Galloway & Hodbay, 1983; Cant, 1984; Rider, 1986).
      Dari hasil pengamatan yang seksama terhadap log, para ahli mengetahui adanya sejumlah trend rekaman log, khususnya log sinar gamma. Trend log dapat dipandang sebagai perubahan pembacaan log rata-rata atau sebagai penyimpangan dari garis-dasar serpih atau garis-dasar pasir. Perlu diketahui, garis-dasar pasir pada suatu segmen log sinar gamma menandai nilai bacaan minimun pada segmen itu, sedangkan garis-dasar serpih menandai nilai bacaan maksimum pada segmen tersebut. Trend log utama diperlihatkan pada gambar 4-7.

4.4.2.1  Trend Makin Bersih ke Atas
      Trend makin besih ke atas (the cleaning-up trend) memperlihatkan penurunan nilai rekaman kadar sinar gamma ke arah atas suatu paket batuan, hal mana mencerminkan kadar lempung dalam paket batuan tersebut makin ke atas makin rendah. Perubahan itu sendiri dapat terjadi karena berubahnya litologi: makin ke atas batuannya secara berangsur makin "bersih" akan lempung. Perubahan seperti itu juga dapat terjadi berubahnya proporsi lapisan-lapisan batuan yang relatif kaya akan lempung dengan batuan yang relatif miskin akan lempung, dimana lapisan-lapisan batuan itu sendiri berada di bawah resolusi log: makin ke atas lapisan yang relatif miskin akan lempung makin banyak dibanding lapisan yang relatif kaya akan lempung.
      Trend pada kurva lain tergantung pada rekaman log pada litologi yang paling "bersih." Pada kumpulan batulempung-batulanau-batupasir sarang yang mengandung air, waktu tempuh gelombang suara sering menurun ke arah atas jika paketnya dari bawah ke atas berupa serpih-batulanau-batupasir sarang. Pada paket batuan seperti itu, rekaman resistivitas makin ke atas makin rendah, sedangkan rekaman FDC-CNL akan saling terpisah satu sama lain. Pola yang dihasilkan mungkin akan berbeda apabila pasirnya makin ke atas makin banyak mengandung semen atau jika batupasirnya mengandung hidrokarbon.
      Pada tatanan laut-dalam, paket batuan yang makin ke atas makin bersih biasanya berkaitan dengan transisi dari litologi yang kaya akan serpih di bagian bawah menjadi litologi yang kaya miskin akan serpih di bagian. Paket seperti itu terjadi akibat bertambahnya energi pengendapan sedemikian rupa sehingga paket itu umumnya akan makin kasar ke atas dan sekaligus mengindikasikan makin dangkal ke atas. Penafsiran seperti ini hendaknya di-cross-check dengan data-data paleobatimetri yang ada (misalnya data inti bor, data biostratigrafi, kehadiran litologi kunci seperti batubara, dsb), dimana data seismik sendiri hendaknya diletakkan pada konteks pengendapan. Gambar 4-8 memperlihatkan suatu trend log sinar gamma yang meng-indikasikan paket yang makin ke atas makin bersih. Data tersebut diambil dari Formasi Tarbert (Jura Tengah) yang ditembus oleh sumur bor di Laut Utara. Kontrol dari inti bor menunjukkan bahwa trend itu berkorespondensi dengan gejala pengkasaran ke atas dan gejala pendangkalan ke atas dari fasies-fasies yang terekam oleh log tersebut.
      Trend log berskala besar yang mengindikasikan paket yang makin ke atas makin bersih umumnya berkorespondensi dengan klinoform seismik. Hal ini akan dibahas lebih jauh pada sub bab 4.4.
      Pada tatanan laut-dalam, trend yang mengindikasikan paket yang makin ke atas makin bersih umumnya merupakan suatu bagian dari trend berbentuk busur yang ukurannya lebih besar. Gejala yang disebut terakhir ini umumnya berkorespondensi dengan meningkatnya kadar pasir dalam suatu paket turbidit berlapis tipis.
      Paket yang makin ke atas makin bersih kadang-kadang juga terbentuk sebagai hasil perubahan berangsur dari sedimen klastika menuju sedimen karbonat atau penurunan secara berangsur anoxity. Kedua gejala yang disebut terakhir ini tidak selalu berkaitan dengan gejala pendangkalan ke atas atau gejala progradasi sistem pengendapan.

4.4.2.2  Trend Makin Kotor ke Atas
      Trend peningkatan nilai pembacaan log sinar gamma ke arah atas (yang umumnya dapat terlihat pada garis-dasar serpih dan garis-dasar pasir; gambar 4-7), berkorespondensi dengan paket dimana kadar mineral lempung makin ke atas makin tinggi. Gejala ini mungkin disebabkan akibat perubahan litologi, misalnya dari batupasir ke serpih, atau akibat penipisan lapisan-lapisan batupasir ke arah atas disertai dengan penebalan lapisan-lapisan serpih. Kedua paket seperti yang disebut terakhir ini meng-implikasikan penurunan energi pengendapan ke atas. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, trend dari log-log lain tergantung pada tanggapan log terhadap pasir yang paling bersih.
      Paket menghalus ke atas umumnya terbentuk pada alur sungai meander atau alur pasut, dimana makin ke atas meng-indikasikan penurunan kecepatan arus (dan, oleh karenanya, penurunan energi) dalam alur-alur tersebut. Paket-paket batuan menghalus ke atas berskala besar umumnya ditemukan dalam endapan fluvial yang mengangkut sedimen berbutir kasar serta dalam endapan pengisi estuarium (lihat Bab 8). Endapan alur sering memiliki endapan sisa yang dapat mempengaruhi tanggapan log sinar gamma apabila material pembentuk endapan sisa itu berupa kecur-kecur serpih atau berupa mineral berat.
      Pada tatanan laut-dangkal, trend makin kotor ke atas seringkali mencerminkan peristiwa mundurnya sistem pantai-paparan sedemikian rupa sehingga peristiwa itu menghasilkan paket mendangkal ke atas atau paket yang makin ke atas makin men-cerminkan energi yang makin rendah. Pada kasus gambar 4-9, trend makin kotor ke atas berkorespondensi dengan endapan pantai-paparan transgresif yang merupakan salah satu bagian dari Formasi Tarbert (Jura Tengah). Bagian ini berbeda dengan bagian lain dari formasi tersebut yang telah dilukiskan pada gambar 4-8. Endapan-endapan laut dangkal yang memperlihatkan gejala penghalusan ke atas dapat terbentuk sebagai tumpukan parasekuen mengkasar ke atas yang berukuran kecil.
      Pada tatanan laut-dalam, trend makin kotor ke atas dapat terbentuk akibat menurunnya prosentase pasir dalam turbidit berlapis tipis dan mengindikasikan perioda penurunan aktivitas pembentukan kipas bawah laut (gambar 4-11).
      Paket makin kotor ke atas juga dapat terbentuk akibat peningkatan anoxity secara berangsur ke arah atas atau perubahan berangsur pengendapan sedimen klastika dan sedimen karbonat yang kemungkinan dipengaruh oleh iklim.


4.4.2.3  Trend Silindris
      Trend silindris (cylindrical motif), atau disebut juga boxcar trend, adalah trend log sinar gamma dimana secara umum pem-bacaan log pada zona ini rendah, namun diatas dan dibawahnya dibatasi oleh pembacaan log yang tinggi, dan perubahan pada batas itu berlangsung secara tiba-tiba. Bacaan log sonik pada zona yang menghasilkan trend ini mungkin saja lebih rendah atau lebih tinggi daripada nilai bacaan log sonik pada serpih, tergantung pada tingkat sementasi dan kompaksi batuannya.
      Perselingan antara dua unit yang memiliki tanggapan log berbeda mengindikasikan adanya dua energi pengendapan yang berbeda. Perubahan dari satu unit ke unit lain terjadi secara tiba-tiba juga mengimplikasikan terjadinya perubahan energi peng-endapan secara tiba-tiba. Trend silindris merupakan trend tipikal untuk batupasir endapan alur sungai, turbidit, atau batupasir endapan eolus. Beberapa unit batupasir pada gambar 4-10 dapat ditafsirkan sebagai batupasir silindris dan unit J64 dengan jelas menunjukkan trend silindris. Log itu diambil dari reservoar batupasir turbidit di Miller Field, Laut Utara.
      Batupasir turbidit yang memperlihatkan trend silindris umumnya memiliki kisaran ketebalan yang jauh lebih bervariasi dibanding batupasir alur sungai. Trend menebal ke atas atau menipis ke atas dari pasir silindris dalam suatu satuan peng-endapan seringkali terlihat dalam turbidit (misalnya batupasir menebal ke atas di bagian bawah J64 pada gambar 4-10). Trend ini tidak memperlihatkan perpindahan yang sistematis garis-dasar serpih atau garis-dasar pasir sedemikian rupa sehingga satuan itu menjadi tampak tebal dan, oleh karena itu, dapat diditeksi oleh log.
      Perlu dicamkan bahwa tubuh pasir endapan laut-dangkal mungkin dapat terpancung bagian bawahnya oleh sesar atau memiliki dasar yang tajam akibat penurunan muka air laut atau faktor lain. Karena itu tubuh pasir itu dapat memiliki trend silindris, meskipun didalamnya mungkin memperlihatkan sedikit perpindahan garis-dasar serpih. Selain itu, evaporit sering mem-perlihatkan trend silindris.

4.4.2.4  Trend Busur
      Trend busur (bow trend), atau dikenal juga dengan nama trend setangkup (symmetrical trend), terdiri dari trend makin bersih ke atas yang kemudian ditindih oleh trend makin kotor ke atas, dimana paket yang dicerminkan oleh kedua trend itu lebih kurang sama tebalnya dan perubahan dari trend bawah ke trend atas berlangsung secara berangsur. Trend busur umumnya terbentuk akibat peningkatan dan penurunan laju sedimentasi klastika dalam tatanan cekungan, dimana sedimen tidak terhambat oleh alas kikis, misalnya sewaktu progradasi dan retrogradasi suatu sistem kipas yang kaya akan lumpur. Gambar 4-11 memperlihat-kan sejumlah trend busur dalam kipas bawahlaut di Ettrick Field, bagian tengah Laut Utara. Pada beberapa sumur minyak di Ettrick Field, lapisan-lapisan batupasir turbidit terletak di bagian tengah busur.
      Trend busur jarang terbentuk pada tatanan laut-dangkal, di tempat mana alas kikis cenderung menghasilkan satuan pro-gradasional yang relatif tebal atau satuan transgresif yang relatif tipis. Walau demikian, trend busur bukan tidak pernah di-temukan dalam endapan laut-dangkal, khususnya apabila topografi retakan atau sesar tumbuh memungkinkan terbentuknya endapan transgresi yang tebal.

4.4.2.5  Trend Tak Beraturan
      Trend tak beraturan (irregular trend) tidak memiliki perubahan atau ketetapan yang sistematis pada satu arah tertentu. Pola ini biasanya mencerminkan aggradasi dari litologi serpihan atau lanauan dan mungkin merupakan trend tipikal dari endapan laut-dangkal maupun endapan laut-dalam, endapan danau, atau endapan limpah banjir. Sebenarnya mungkin ada suatu per-pindahan yang sistematis, namun samar, dari garis-dasar serpih. Namun, karena samar, perubahan itu dipandang "tidak ada." Pengolahan kembali tampilan log dengan cara meningkatkan skala horizontal dan atau menurunkan skala vertikal mungkin akan menyebabkan perubahan yang samar itu menjadi lebih jelas.
      Trend tak beraturan kemungkinan besar tidak akan muncul dalam endapan paparan atau endapan paya-paya, di tempat mana perubahan kedalaman yang berlangsung dengan pola mendaur akan menghasilkan rekaman log yang mendaur pula dan akan dikenal sebagai parasekuen.

4.4.3  Tanggapan Log terhadap Klinoform
      Tanggapan log terhadap suatu systems tract berbeda cukup jauh, tergantung pada apakah sumur dimana log itu direkam terletak pada klinoform, topset, atau endapan cekungan. Prosedur analisis sekuen terhadap kurva log akan berbeda untuk setiap kasus. Untuk mendapatkan gambaran yang koheren mengenai arsitektur pengendapan dari data log, kita mungkin perlu melakukan analisis sejumlah besar sumur.
      Dalam well logs, unit klinoform disimpulkan dari pola makin bersih ke atas yang diperkirakan mencerminkan gejala pen-dangkalan ke atas. Alas dari paket yang menunjukkan pola makin bersih ke atas akan ekivalen dengan downlap surface. Konfirmasi kebenaran untuk tafsiran ini dapat diperoleh dari data inti bor atau data biostratigrafi yang menunjang adanya gejala pendangkalan ke atas karena, dalam sistem klastika, gejala pendangkalan ke atas hanya mungkin terjadi akibat progradasi, kecuali di bawah kondisi yang luar biasa. Konformasi tambahan dapat diperoleh dari data seismik dan data dipmeter serta dari hasil penafsiran tatanan cekungan dan stratigrafi.
      Dasar dari satuan klinoform adalah horizon downlap. Horizon ini dapat dikenal keberadaannya sebagai suatu bidang yang melandasi satuan yang makin bersih ke atas yang seringkali disertai oleh suatu fasies log yang khas untuk condensed section, misalnya oleh kehadiran serpih yang memiliki tanggapan log sinar gamma tinggi (gambar 4-8) atau untuk horizon yang ter-semenkan. Pada kasus lain, downlap surface lebih sukar untuk dikenali keberadaanya. Puncak klinoform yang makin bersih ke atas mungkin ditandai oleh peningkatan kadar serpih secara tiba-tiba (sebagaimana terlihat dalam kurva log sinar gamma) akibat peristiwa peningkatan kedalaman di sepanjang bidang transgresi atau mungkin oleh kehadiran topset.
      Pada satuan yang cukup tebal untuk dapat diditeksi oleh peralatan seismik, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dari log yang makin bersih ke atas umumnya berkaitan dengan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam klinoform. Peningkatan kadar serpih yang tiba-tiba dalam trend klinoform umumnya mengimplikasikan loncatan fasies, dari facies yang relatif dangkal di bagian bawah menjadi fasies yang relatif jauh lebih dalam di bagian atas. Loncatan fasies itu sendiri disebabkan oleh per-pindahan cuping atau oleh transgresi sewaktu terjadinya penaikan muka air laut. Analog dengan itu, penurunan kadar serpih secara tiba-tiba dalam trend klinoform umumnya mengimplikasikan loncatan fasies, dari fasies yang relatif dalam di bagian bawah menjadi fasies yang relatif jauh lebih dangkal di bagian atas. Loncatan fasies itu dapat terjadi akibat erosi (dan karena bidang perubahan fasies itu merupakan batas fasies), sesar normal, atau nendatan. Dalam kasus yang disebut terakhir ini, masalah apakah loncatan itu disebabkan oleh erosi atau oleh sesar akan dapat diketahui dari penampang seismik. Pembahasan lebih jauh mengenai batas sekuen dalam log akan diberikan pada anak sub bab 4.4.7.
      Dua unit klinoform umumnya hadir dalam suatu sekuen: highstand prograding wedge dan lowstand prograding wedge (lihat kembali Bab 2). Kita tidak selalu dapat menentukan secara pasti klinoform dari systems tract mana yang dicerminkan oleh suatu rekaman log, meskipun kita telah memiliki beberapa kriteria untuk mengenal setiap tipe klinoform tersebut (lihat 4.4.7). Ketebal-an unit klinoform dalam log memberikan suatu nilai pendekatan dari ketinggian klinoform dan, oleh karena itu, juga meng-indikasikan kedalaman cekungan (setelah dimodifikasi oleh kompaksi, efek syn-depositional subsidence, dan faktor-faktor lain.

4.4.4  Tanggapan Log terhadap Parasekuen
      Parasekuen-parasekuen topset terbentuk oleh daur-daur pengisian akomodasi yang terjadi berulang-ulang, dimana akomodasinya sendiri terletak diantara offlap break dan titik coastal onlap. Setiap parasekuen itu akan tampak dalam log sebagai daur berskala kecil.
      Khuluk mendetil dari tanggapan log terhadap parasekuen tergantung pada tipe fasies yang menyusun parasekuen itu (lihat 4.4.1). Dalam endapan bahari, motif yang paling umum adalah trend makin bersih ke atas (gambar 4-8). Dalam trend yang makin bersih ke atas, kadar serpih makin ke atas makin sedikit, sedangkan porositas primer dan ketebalan lapisan (seperti yang dapat diketahui dari rekaman microresistivity) mungkin bertambah ke bagian atas. Marine flooding surface dapat dikenal keberadaannya sebagai suatu bidang perubahan kandungan serpih yang berlangsung secara tiba-tiba sebagaimana yang tampak pada log SP, log sinar gamma, dan gejala-gejala log khas lainnya. Gambar 4-12 memperlihatkan serangkaian para-sekuen laut-dangkal dan parasekuen paralik dalam Formasi Ness (Jura Tengah) di Laut Utara. Dalam log tersebut, keberadaan parasekuen dapat dikenali dari inti bor sebagai daur yang mendangkal ke atas, dengan ketebalan parasekuen 1–5 meter. Puncak parasekuen itu seringkali berupa lapisan batubara. Pada log sinar gamma, parasekuen tersebut muncul sebagai satuan log berskala kecil yang makin bersih ke atas, sedangkan marine flooding surface ditandai oleh adanya peningkatan pembacaan log sinar gamma yang berlangsung tiba-tiba. Parasekuen yang mirip dengan itu dapat ditemukan pada gambar 4-6.
      Sistem progradasional, retrogradasional, dan aggradasional dapat dikenali keberadaannya berdasarkan cara parasekuen menumpuk satu di atas yang lain. Contoh pola tumpukan parasekuen diperlihatkan pada gambar 2-26. Pola tumpukan para-sekuen dan parasekuen set telah dibahas pada 2.5.3.

4.4.5  Tanggapan Log terhadap Lingkungan-Lingkungan Cekungan
      Tanggapan log terhadap satuan-satuan batuan pengisi cekungan cenderung lebih simetris dibanding tanggapan log ter-hadap klinoform atau topset. Khuluk mendetil dari tanggapan log terhadap endapan ini tergantung pada khuluk sedimen. Endapan cekungan yang kaya akan lumpur cenderung memperlihatkan trend busur (gambar 4-11), sedangkan sistem sand-prone cenderung memperlihatkan trend silindris (gambar 4-10). Sumur yang melalui bagian yang berbeda dari satu sistem pengendapan sering menunjukkan trend log yang berbeda. Karakter seperti itu bersifat khas untuk kipas bawah laut.
      Trend-trend log tersebut di atas dipisahkan satu sama lain oleh log markers yang merepresentasikan sedimentasi pelagik yang tidak diiterupsi oleh aliran sedimen dari tepi cekungan. Log markers itu biasanya berupa serpih tipis, dengan sedikit atau tanpa lanau dan pasir, yang secara keseluruhan memperlihatkan pembacaan log sinar gamma tinggi, berdensitas rendah, berresistivitas rendah, dan dengan kecepatan gelombang suara yang rendah pula. Serpih seperti itu merepresentasikan condensed section (gambar 4-10). Pada beberapa lingkungan, condensed section berupa serpih yang kaya akan rijang atau kaya akan material karbonatan serta muncul sebagai anomali-tinggi dari log sonik. Condesed section pada gambar 4-10 ditandai oleh anomali-tinggi dari log sinar gamma yang mengindikasikan penghentian sementara sedimentasi kipas laut dalam. Bidang yang dicirikan oleh tanggapan log tersebut digunakan sebagai dasar untuk membagi-bagi stratigrafi Miller Field, Laut Utara, ke dalam sejumlah satuan pengendapan (Garland, 1993).
      Condensed section bahari merepresentasikan penghentian sementara pasokan sedimen pada lokasi sumur pengeboran, hal mana dapat terjadi akibat perpindahan arah pengendapan yang bersifat alosiklis pada kipas laut dalam, perpindahan "kipas dasar cekungan" ("basin-floor fan") menjadi "kipas lereng" ("slope fan") dalam pengertian seperti yang dikemukakan oleh Posamentier dkk (1988) (lihat Bab 9), atau penghentian pengendapan cekungan pada fasa penaikan muka air laut relatif.
      Log markers yang paling jelas mungkin ada kaitannya dengan peristiwa penghentian pengendapan cekungan yang juga kemungkinan besar merupakan onlap surface atau downlap surface. Zona itu seringkali sangat kaya akan fosil plankton sehingga dapat digunakan sebagai event yang dapat dikorelasikan secara kronostratigrafi (lihat Bab 6). Zona ini ekivalen-waktu dengan lowstand prograding wedge, transgressive systems tract, dan highstand systems tract. Condensed section lain yang telah dikemukakan sebelumnya kemungkinan besar hanya bersifat lokal dan mencerminkan rentang waktu yang pendek.
      Adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk melakukan analisis sekuen stratigrafi hanya dari sedimen cekungan karena informasi yang diperlukan untuk mendefinisikan systems tract dan batas-batas sekuen terutama terletak di tepi cekungan.

4.4.6  Estimasi Faktor-Faktor Pengontrol Pengendapan dan Sekuen Stratigrafi dari Tanggapan Log
      Analisis sekuen stratigrafi terhadap rangkaian well logs terutama ditujukan untuk mengenal perioda-perioda progradasi dan retrogradasi tepi cekungan serta mengenal variasi perubahan muka air laut. Rangkaian log yang diperlihatkan pada gambar 4-6 ditafsirkan pada gambar 4-13 dengan menggunakan metodologi sekuen stratigrafi yang dijelaskan pada bab ini.
      Progradasi dapat dikenal keberadaannya berdasarkan kurva klinoform (satuan berskala besar yang makin bersih dan makin dangkal ke atas) atau dari pola tumpukan progradasional dalam topset (sebagaimana terlihat pada gambar 2-25). Bukti pro-gradasi ke arah cekungan hanya akan ditemukan pada satuan-satuan di sekitar tepi cekungan (topset, klinoform, dan toeset). Dua satuan progradasi ditafsirkan pada gambar 4-13. Satuan serpih yang berprogradasi dapat dikenal keberadaannya sebagai satuan log yang dicirikan oleh penurunan kurva sinar gamma dan kurva densitas ke arah atas serta oleh penaikan kurva kecepatan dan kurva resistivitas ke arah atas, dimana ciri-ciri tersebut mengindikasikan peningkatan fraksi serpih ke bagian atas. Satuan batupasir yang terletak di bagian bawah juga mengindikasikan progradasi. Satuan ini merupakan tumpukan para-sekuen yang keberadaannya paling mudah terlihat dari log neutron-densitas.
      Retrogradasi tepi cekungan dapat dikenal keberadaanya dari tumpukan retrogradasional parasekuen-parasekuen topset atau dari penafsiran satuan log yang mengimplikasikan gejala pendalaman yang cukup berarti ke bagian atas (gambar 4-9). Dua satuan retrogradasi dapat dilihat pada gambar 4-13. Satuan atas merupakan suatu tumpukan parasekuen yang sangat tipis dengan satu hardground flooding surface yang tampak jelas dari loncatan log sonik. Satuan bawah merupakan tumpukan parasekuen paralik, dimana puncak dari sebagian parasekuen itu berupa lapisan batubara.
      Kedudukan muka air laut relatif dapat diketahui dari hasil pengenalan terhadap pola tumpukan parasekuen dalam sumur-sumur pengeboran yang melalui tepi cekungan. Sebagai contoh, tumpukan parasekuen pada gambar 4-13 mengimplikasikan proses pengisian akomodasi secara mendaur sewaktu penaikan muka air laut. Percepatan proses penaikan muka air laut di-tafsirkan terjadi (namun bukan berarti telah terbukti) berdasarkan adanya gejala penebalan parasekuen ke bagian atas, terutama jika gejala tersebut dapat dikenal keberadaannya secara regional. Walau demikian, perlu dicamkan bahwa penalaran seperti ini hanya dapat diterapkan pada parasekuen agradatif hingga alas kikis. Tanggapan satuan progradatif terhadap peningkatan laju penaikan muka air laut, apabila pasokan sedimen tetap, adalah perubahan pola tumpukan secara berangsur ke bagian atas, dari pola progradasi di bagian bawah menjadi pola aggradasi di bagian atas dan selanjutnya pada pola retrogradasi. Hal ini akan menghasilkan motif log yang berubah dari trend makin bersih ke atas menjadi trend agradasi yang merupakan pola khas dari lowstand prograding wedge. Penurunan laju penaikan muka air laut dicirikan oleh tumpukan parasekuen agradatif yang makin tipis ke bagian atas, khususnya apabila gejala ini dapat dikenali keberadaannya secara regional.

4.4.7  Bidang-Bidang Kunci
      Sebelum membagi paket endapan ke dalam systems tracts yang menjadi komponennya, kita perlu mengenal bidang-bidang stratigrafi kunci dalam wireline logs.
      Maximum flooding surface dapat dikenal keberadaanya di daerah proximal sebagai bidang yang memisahkan satuan retro-gradasi dengan satuan progradasi yang menindihnya. Kedua satuan itu, berturut-turut, merupakan satuan yang makin kotor ke atas dan satuan yang makin bersih ke atas. Maximum flooding surface itu sendiri akan memiliki nilai bacaan sinar gamma maksimum. Maximum flooding surface akan melampar secara lateral menjadi condensed section paparan. Endapan yang disebut terakhir ini juga akan ditandai oleh nilai log sinar gamma yang tinggi, oleh nilai log resistivitas yang rendah, atau oleh nilai densitas maksimum atau minimum. Condensed section paparan sering mengandung banyak fosil dan, oleh karena itu, juga merupakan bidang biostratigrafi yang penting artinya dalam korelasi kronostratigrafi. Kita harus selalu mengasumsikan bahwa puncak log sinar gamma sebagai maximum flooding surface. Kata kunci adalah bahwa bidang tersebut terletak di atas satuan retrogradasi dan di bawah satuan progradasi.
      Gambar 4-14 memperlihatkan suatu deretan well logs dimana daur progradasi dan retrogradasi berkembang baik, sebagian diantaranya merupakan tumpukan parasekuen. Maximum flooding surface dalam log itu dengan jelas terlihat terletak di bawah tumpukan parasekuen retrogradasi dan di atas tumpukan parasekuen progradasi.
      Maximum progradation surface dapat dikenal keberadaanya di daerah proximal sebagai sebuah bidang yang terletak di atas satuan progradasi dan di bawah satuan retrogradasi. Kedua satuan itu, berturut-turut, merupakan satuan yang makin bersih ke atas dan satuan yang makin kotor ke atas. Maximum progradation surface itu sendiri merupakan bidang yang dicirikan oleh nilai log sinar gamma minimum. Maximum progradation surface merupakan puncak dari parasekuen yang berprogradasi ke arah cekungan dan menandai titik balik dari progradasi menjadi retrogradasi. Jika peristiwa pembalikan itu berlangsung secara berangsur, maka bidang itu sukar atau bahkan tidak mungkin diketahui. Selain itu, bidang tersebut juga kemungkinan akan tererosi sewaktu terjadi transgresi. Maximum progradation surface dalam sekuen tipe-1 terletak pada puncak lowstand prograding wedge.
      Pada gambar 4-14, maximum flooding surface tampak dengan jelas terletak di atas tumpukan parasekuen progradasi dan di bawah parasekuen retrogradasi.
      Condensed section bahari bisa dikenal keberadaannya berdasarkan kehadiran shale-break diantara trend-trend log cekungan (gambar 4-10 dan 4-1). Sebagaimana telah dijelaskan di muka, hirarki dalam condensed section bahari hendaknya diperkirakan ada, dan kita tidak dapat menentukan dengan mudah condensed section mana yang paling penting arti stratigrafi-nya. Data paleontologi mungkin dapat membantu kita dalam menentukan condensed section tersebut (lihat Bab 6).
      Downlap surface dapat dikenal keberadaannya berdasarkan adanya trend log klinoform (trend makin bersih ke atas berskala besar). Downlap surface yang terletak di bawah highstand prograding wedge dapat dikorelasikan dengan maximum flooding surface, sedangkan downlap surface yang terletak di bawah lowstand prograding wedge dapat dikorelasikan dengan puncak endapan kipas laut-dalam atau dengan batas sekuen.
      Batas sekuen, yang terbentuk akibat penurunan muka air laut relatif, mungkin sukar untuk dapat dikenal hanya dari data log. Keberadaan batas sekuen memerlukan bukti-bukti dislokasi fasies; superposisi fasies proksimal terhadap fasies distal, tanpa diselingi oleh fasies transisi. Gejala seperti ini kemungkinan besar hanya dapat dikenali keberadaannya pada dua tempat: (1) di muka highstand clinoform; dan (2) di lembah torehan. Di tempat lain, dislokasi fasies mungkin tidak cukup berarti dan, oleh karena itu, batas sekuen kemungkinan besar akan berimpit dengan flooding surface terakhir. Pada kasus dimana suatu bidang diperkirakan merupakan batas sekuen, namun tidak dapat terbuktikan secara meyakinkan, maka dikatakan bahwa bidang itu merupakan "kandidat" batas sekuen yang selanjutnya dapat digunakan untuk merekonstruksikan model-model prediktif. Pada lereng klinoform, batas sekuen tipe-1 ditandai oleh loncatan dalam trend makin bersih ke atas pada suatu tempat. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, gejala seperti ini dengan mudah tertukar dengan sesar normal. Hanya sumur-sumur yang melalui bagian akhir dari klinoform saja yang dapat memperlihatkan gejala tersebut.
      Pada topset, batas sekuen tipe-1 juga dapat dimanifestasikan sebagai loncatan fasies, dari fasies yang relatif "kotor" menjadi fasies yang jauh lebih "bersih," misalnya dari parasekuen paparan menjadi endapan fluviatil atau dari parasekuen paparan distal menjadi parasekuen paparan proximal yang relatif jauh lebih bersih. Batas bawah yang tajam dari lapisan batupasir (gambar 4-13) dapat digunakan sebagai kandidat batas sekuen. Tafsiran alternatif untuk lapisan batupasir itu adalah ravinement surface. Ada dua batas sekuen dapat dikenal keberadaannya dalam Kelompok Brent (Jura Tengah) di sebelah utara Laut Utara (gambar 4-15). Batas sekuen yang terletak di bawah dikenal berdasarkan pola log makin bersih ke atas yang muncul secara tiba-tiba dan adanya data inti bor yang menunjukkan bahwa fasies gisik transgresi menindih batulumpur paparan (perhatikan adanya lonjakan besar butir sebagaimana ditunjukkan oleh penampang stratigrafi dari inti bor). Kehadiran batas sekuen yang terletak di atas tidak terlalu jelas. Walau demikian, batas sekuen itu dapat dikenal juga berdasarkan pola log makin bersih ke atas yang muncul agak tiba-tiba dan adanya data inti bor yang menunjukkan adanya pergantian dari batupasir bioturbasi yang merupakan endapan lower shoreface menjadi batupasir gisik yang jauh lebih bersih (dan lebih kasar).
      Dalam sumur-sumur pengeboran yang menembus lembah torehan, mungkin ditemukan suatu paket yang dialasi oleh bidang batas yang tajam, dimana di atas bidang itu akan ditemukan pasir bersih yang memperlihatkan pola log makin halus ke atas atau pola log silindris. Paket ini, bersama-sama dengan endapan yang terletak dibawahnya, mengindikasikan gejala pen-dangkalan yang tiba-tiba, dari endapan paparan yang terletak di bawah bidang itu menjadi paket makin halus ke atas yang merupakan endapan fluviatil atau endapan estuarium. Walau demikian, lembah torehan kadang-kadang diisi oleh material serpihan, yang kemungkinan merupakan bagian dari transgressive systems tract. Pada kasus yang disebut terakhir ini, keberadaan lembah torehan menjadi sukar atau bahkan tidak mungkin untuk diketahui. Apabila "beruntung", maka sejumlah sumur pengeboran yang melalui lembah torehan seperti itu masih mengindikasikan gejala penorehan atau menunjukkan khuluk estuarium dari serpih pengisi lembah torehan.
      Batas sekuen sering merupakan batas dimana terjadi perubahan tiba-tiba ke arah atas, dari pola log yang mengindikasikan progradasi menjadi pola log yang mengindikasikan aggradasi atau retrogradaasi. Sebuah kandidat batas sekuen diberi tanda dengan ungkapan "downshif?" pada gambar 4-14, dimana bidang itu dipilih sebagai kandidat batas sekuen karena menandai terjadinya perubahan pola tumpukan batuan secara tiba-tiba, disertai oleh perpindahan garis-dasar serpih dan garis-dasar pasir yang agak samar pada log sinar gamma. Bukti lain yang digunakan sebagai penunjang tafsiran ini adalah ditemukannya kerikil endapan sisa tepat pada horizon tersebut dalam beberapa sumur yang berbeda.
      Di banyak tempat, batas sekuen berimpit dengan flooding surface dan tidak ditandai oleh adanya perpindahan fasies ke arah cekungan. Dalam kasus seperti ini, batas sekuen tidak akan terlihat dalam wireline log.
      Batas sekuen tipe-2 (Van Wagoner dkk, 1988) sukar atau tidak mungkin dapat dikenal hanya dari wireline logs. Dari definisi-nya, kriterion kritis dari batas sekuen ini adalah adanya pergeseran coastal onlap hingga melewati offlap break. Karena itu, keberadaan batas sekuen ini hanya akan diketahui dari hasil pengamatan terhadap sehimpunan well logs yang berasal dari sumur-sumur yang saling berdekatan dalam suatu pola yang teratur. Hal ini dimungkinkan setelah data-data himpunan well logs itu saling dikorelasikan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kita akan diperoleh gambaran evolusi coastal onlap dari waktu ke waktu. Karena batas sekuen tipe-2 umumnya tidak berasosiasi dengan jebakan hidrokarbon, maka kesulitan dalam mengenal bidang tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan para eksplorer. Van Wagoner dkk (1988) menyatakan bahwa batas sekuen tipe-2 dapat ditafsirkan keberadaannya dari data waktu dimana laju penaikan muka air laut mencapai harga minimum dan bahwa batas itu akan terletak di atas parasekuen yang menipis ke atas dan di bawah parasekuen yang menebal ke atas. Walau demikian, sebagian ahli meragukan apakah laju penaikan minimum seperti itu akan menghasilkan batas sekuen atau tidak.

4.4.8  Pengenalan Systems Tract dari Kurva Log
      Pengenalan bidang-bidang kunci tersebut di atas memungkinkan dibaginya paket batuan yang diteliti ke dalam sejumlah systems tract. Penamaan systems tract akan membantu kita untuk menentukan posisi systems tracts itu dalam kerangka proses pengisian cekungan. Penentuan systems tract berdasarkan bidang-bidang pembatasnya telah dibahas pada Bab 2.
      Lowstand fan dapat dikenal keberadaannya sebagai paket batuan yang dibatasi oleh condensed sections. Paket ini dapat dikorelasikan dengan batas sekuen yang ada di tepi cekungan. Apabila korelasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena hanya ada satu sumur bor), maka tidak mungkin bagi kita untuk dapat memutuskan apakah kipas yang sedang diamati memiliki kaitan dengan posisi muka air laut rendah atau tidak.
      Lowstand prograding wedge dapat dikenal sebagai paket batuan pengisi tepi cekungan yang berprogadasi ke arah cekung-an serta terletak di atas batas sekuen dan di bawah maximum progradation surface. Dengan demikian, satu prasyarat mutlak untuk dapat menyatakan bahwa suatu endapan merupakan lowstand prograding wedge adalah kita telah mengetahui posisi batas sekuen. Persyaratan ini kadang-kadang tidak dapat terpenuhi jika kita hanya memiliki data well logs. Topset para-sequences dari lowstand prograding wedge idealnya merupakan paket-paket batuan yang menebal ke atas dan mengindikasi-kan percepatan laju penaikan muka air laut relatif. Peristiwa peningkatan laju penaikan muka air laut relatif itupun akan di-indikasikan oleh perubahan pola progradasi menjadi pola agradasi.
      Transgressive systems tract dapat dikenal sebagai himpunan parasekuen retrogradasional yang terletak di atas maximum progradation surface (yang sering berimpit dengan batas sekuen) dan di bawah maximum flooding surface atau condensed section yang korelatif dengannya.
      Highstand systems tract dapat dikenal sebagai paket batuan pengisi tepi cekungan yang berprogradasi ke arah cekungan serta terletak di atas maximum flooding surface dan di bawah batas sekuen. Sebagaimana kasus lowstand fan, persyaratan mutlak yang harus dipenuhi agar kita dapat menentukan bahwa suatu paket batuan adalah highstand systems tract adalah mengetahui posisi batas sekuen. Persyaratan ini kadang-kadang tidak dapat terpenuhi apabila kita hanya memiliki data well logs. Topset parasequences dari highstand systems tract idealnya merupakan paket-paket batuan yang menipis ke atas dan mengindikasikan penurunan laju penaikan muka air laut relatif.
      Shelf-margin systems tract dapat dikenal sebagai paket batuan pengisi tepi cekungan yang berprogradasi serta terletak di atas batas sekuen tipe-2 dan di bawah maximum progradation surface. Batas sekuen tipe-2, dan oleh karena itu shelf-margin systems tract, sukar untuk dikenal dari data well logs saja.

4.4.9  Jebakan dan Ketaksaan dalam Analisis Sekuen Stratigrafi berdasarkan Well logs
      Sebagian jebakan yang harus disingkirkan dalam usaha mengaitkan kurva log dengan parameter-parameter pengendapan telah dijelaskan pada 4.4.1, sedangkan jebakan yang harus disingkirkan dalam menafsirkan well logs telah dijelaskan pada 4.4.2.
      Di bawah ini akan dikemukakan sejumlah jebakan yang mungkin ditemui dan sejumlah petunjuk yang diperlukkan untuk menghindarkannya:
1.     Apabila memungkinkan, gunakan data inti bor sebagai pengontrol. Kurva log, meskipun telah dikalibrasi oleh data inti bor, bukan alat yang tidak mungkin salah dalam penafsiran lingkungan pengendapan dan systems tract.
2.     Jangan mengharapkan bahwa kita akan menemukan semua systems tract dalam setiap sumur bor. Systems tract memiliki penyebaran yang terbatas dan tempat pengendapannya seringkali bersifat eksklusif.
3.     Jangan mengharapkan bahwa kita akan menemukan batas sekuen dalam setiap sumur bor. Batas sekuen hanya akan jelas terlihat pada bidang dimana lowstand wedge terletak onlap terhadap highstand front dan pada dasar lembah torehan. Di tempat lain, batas sekuen mungkin berimpit dengan bidang transgresi atau terletak di dalam condensed section sehingga tidak akan tampak jelas dalam well logs.
4.     Ada beberapa bidang yang dapat menimbulkan batas log tajam, namun bukan merupakan batas sekuen. Bidang-bidang itu antara lain sesar, bidang gelincir nendatan (slump scar), serta dasar alur.
5.     Horizon terbaik untuk digunakan dalam korelasi antar sumur bor adalah maximum flooding surface dan condensed section yang korelatif dengannya. Horizon tersebut biasanya dapat dengan relatif mudah dikenal dalam well logs serta biasanya banyak mengandung fosil sehingga relatif mudah untuk ditentukan umurnya dengan hasil yang baik.
6.     Korelasi antar berbagai paket batuan yang terletak diantara dua maximum flooding surface kadang-kadang sukar dilakukan. Batas sekuen yang ditemukan pada dua sumur bor yang terpisah jauh mungkin tidak korelatif satu sama lain, terutama apabila kita menemukan indikasi adanya lebih dari satu sekuen di daerah tersebut.
7.     Systems tract tidak dapat diberi nama sebelum kriteria pendukungnya menyakinkan. Sebagai contoh, suatu paket batuan yang mengindikasikan progradasi mungkin dapat dikenal dalam sebuah sumur bor, namun selama batas sekuen tidak diketahui, systems tract tersebut tidak dapat disebut katakanlah progradasional systems tract. Kriteria yang meyakinkan biasanya tidak ditemukan dalam satu sumur bor, namun kemungkinan akan dapat diketahui berdasarkan data gabungan yang diperoleh dari sejumlah sumur bor yang diletakkan pada posisi yang relatif teratur atau dari data seismik dengan resolusi cukup tinggi.
8.     Pemilihan datum-gantung (hanging-datum), yakni datum dimana kita akan meletakkan semua data sumur sedemikian rupa sehingga dianggap bahwa semua sumur itu berada pada posisi sewaktu pengendapan terjadi, sangat penting artinya karena pemilihan ini akan menentukan bagaimana garis-garis korelasi selanjutnya akan dibuat. Contoh korelasi yang salah, akibat kesalahan pemilihan datum-gantung, diperlihatkan oleh Van Wagoner dkk (1990). Datum-gantung ideal adalah datum yang terletak relatif mendatar sewaktu diendapkan. Lapisan batubara yang melampar luas atau major marine flooding surface dapat berperan sebagai datum-gantung yang baik untuk daerah-daerah yang terletak di sebelah dalam tekuk paparan.

4.4.10  Check-list untuk Penafsiran Sekuen Stratigrafi berdasarkan Data Well logs
1.     Tampilkan data-data well logs dalam skala yang konsisten. Pilihlah beberapa trend log yang tampak jelas. Walau demikian, perlu diketahui bahwa skala log standar jauh dari skala ideal yang dapat menampilkan trend log.
2.     Tandai trend-trend utama pada log. Tafsirkan pertama-tama dengan menggunakan log sinar gamma, kemudian cross-check tafsiran itu dengan log lain. Gunakan kontrol data inti bor untuk mengaitkan fasies dengan data log. Perhatikan kemungkinan adanya horizon yang tersemenkan dalam log sonik, hydrocarbon legs pada log resistivitas, perubahan dari batuan klastika ke batuan non-klastika, dan casing shoes (yang seringkali tampak seperti major break dalam trend log).
3.     Tafsirkan tatanan pengendapan secara garis besar—prograding clinoform, topset parasequences, cekungan, dsb—berdasarkan trend log dan litologi penciri (misalnya batubara).
4.     Gunakan data lain sebagai penunjang tafsiran lingkungan pengendapan: data seismik, inti bor, biostratigrafi.
5.     Tafsirkan major condensed section pada batas-batas trend log dan/atau berdasarkan karakter log yang khas. Gunakan data biostratigrafi (data kelimpahan fauna) sebagai penunjang tafsiran tersebut.
6.     Tentukan interval-interval progradasi dan retrogradasi berdasarkan pengetahuan mengenai pola tumpukan parasekuen dan pola major condensed section. Kenali maximum flooding surface dan maximum progradation surface. Gunakan data seismik sebagai cross-check terhadap hasil tafsiran tersebut.
7.     Tafsirkan kandidat batas sekuen dari gejala ketidaksinambungan fasies, bukti adanya penorehan topset, dsb. Cross-check tafsiran ini dengan data seismik dan data inti bor. Perhatikan kemungkinan adanya sesar normal, casing shoes, dsb.
8.     Tafsirkan pola penebalan dan penipisan parasekuen yang mengindikasikan variasi laju penaikan muka air laut relatif.
9.     Tafsirkan systems tract, jika kriteria yang dipersyaratkan ada, berdasarkan pola tumpukan parasekuen dan khuluk batas-batas systems tract. Pengetahuan sedimentologi yang diperoleh dari inti bor mungkin dapat membantu tugas ini karena fasies-fasies tertentu mengindikasikan systems tract tertentu pula. Sebagai contoh, batubara dan endapan pasut meng-indikasikan transgressive systems tract. Cross-check tafsiran ini dengan data seismik.
10.  Lanjutkan proses penafsiran ke seluruh bagian sumur. Ikatkan tafsiran terhadap data seismik secara hati-hati dengan menggunakan seismogram sintetis (synthetic seismogram), kemudian korelasikan dengan data biostratigrafi. Korelasikan sekuen, systems tract, dan parasekuen (jika memungkinkan).

sumber Sekuen Stratigrafi  Emery dkk (1996)

Comments

  1. Mantap neh berbagi artikel geologinya.. Saran juga masukkan gambar serta diagramnya. ;) Salam hangat dari Pecinta Statigrafi Indonesia.

    Salam Geologi dr sobat makassar.

    ReplyDelete

Post a Comment

Bagi Yang Mau Memberi Komentar Tinggal Poskan Komentar di Kotak Komentar..

Yang tak punya url bisa dikosongkan..
tapi tolong di diisi oke Name-nya

Komentar anda saya tunggu :d

Popular posts from this blog

Proses Transportasi dan Struktur Sedimen

Source : Sam Boggs Jr :  Proses Transportasi dan Struktur Sedimen Proses Transportasi dan Struktur Sedimen Bangunan biologi seperti karang-karang, tumpukan cangkang dan karpet mikroba diciptakan di dalam tempat yang tidak ada transportasi material. Sama halnya, pengendapan mineral evaporit di dalam danau, laguna dan di sepanjang garis pantai yang tidak melibatkan semua pergerakan zat particulate (substansi yang terdiri dari partikel-partikel). Namun bagaimanapun, hampir semua endapan sedimen lainnya diciptakan oleh transportasi material. Pergerakan material kemungkinan murni disebabkan oleh gravitasi, tapi yang lebih umum adalah karena hasil dari aliran air, udara, es atau campuran padat ( dense mixtures ) sedimen dan air. Interaksi material sedimen dengan media transportasi menghasilkan berkembangnya struktur sedimen, beberapa struktur sedimen berkaitan dengan pembentukan bentuk lapisan ( bedform ) dalam aliran sedangkan yang lain adalah erosi. Struktur sedimen ini terawetkan dal

Pengertian Medan Magnet

6.1 Pengertian Medan Magnet Pada saat ini banyak peralatan yang bekerja dengan memanfaatkan medan magnet. Peralatan tersebut antara lain motor listrik, pemercepat partikel (akselerator), spektrometer massa, reaktor fusi, dan mikroskop elektron. Motor listrik merupakan alat yang paling sering dijumpai, karena penggunaannya sangat luas, mulai dari motor mainan anak, tape recorder, mesin jahit, hingga sebagai alat penggerak mesin-mesin pabrik. Medan magnet yang berubah terhadap waktu akan menimbulkan gaya gerak listrik (ggl) induksi. Fenomena ini merupakan aspek penting medan magnet yang digunakan sebagai prinsip kerja generator listrik. Pengertian ggl induksi juga penting untuk memahami dasar kerja induktor dan transfomator yang sering dijumpai dalam rangkaian arus bolak-balik. Proses reproduksi suara (audio) dan gambar (video) serta penyimpanan data pada komputer elektronik juga memanfaatkan fenomena ggl induksi ini. Suatu medan magnet dikatakan ada dalam suatu ruang, apabila muatan lis

Gunung Singgalang

Sejarah Pembentukan singkat gunung singgalang : Gunung Singgalang sendiri termasuk ke dalam jenis gunung berapi yang tidak aktif. Yang artinya gunung singgalang sudah terjadi erupsi lebih dari duaribu tahun yang lalu. Gunung berapi adalah gunung yang terbentuk jika magma dari perut bumi naik ke permukaan. Gunung berapi dapat dikelompokkan menurut tingkat kedasyatan letusan, apakah itu dasyat ataupun tenang.  Gunung berapi dapat berbentuk kerucut, kubah, berpuncak datar, atau seperti menara, tergantung pada jenis letusan dan sifat-sifat fisik magma yang disemburkan. Gunung Singgalang termasuk gunungapi berbentuk kerucut (stratovulkano) tetapi karena gunung singgalang sudah lama meletus sehingga puncaknya tererosi dan membentuk puncak yang relatif datar. Telaga dewi yang terdapat di puncak singgalang merupakan kawah hasil erupsi singgalang ketika 2000 tahun silam. Morfologi daerah gunung atau bentuk roman muka bumi  Didaerah G. Singgalang ini mempunyai morfologi sepe