FOLIASI
Foliasi merupakan suatu kategori struktur planar. Dalam buku ini kita hanya akan membahas tentang foliasi tektonik (tectonic foliation) yang biasanya terbentuk akibat deformasi dan kristalisasi butiran-butiran mineral di dalam batuan. Dengan adanya pembatasan ini, kita tidak akan membahas tentang gejala kesejajaran mineral yang terbentuk akibat kompaksi.
Sebagian besar foliasi, dengan pengecualian untuk fracture cleavage, merupakan struktur penetratif berskala mesoskopis. Dengan kata lain, foliasi menembus seluruh bagian batuan. Hal ini berbeda dengan kekar atau retakan yang umumnya hanya sedikit atau bahkan tidak mempengaruhi sama sekali massa batuan yang terletak jauh dari zona retakan.
Bidang-bidang datar pada batuan, dengan pengecualian kekar dan retakan, diberi simbol "S." Bidang perlapisan diberi simbol S0; belahan pertama diberi simbol S1; belahan kedua diberi simbol S2; dst. Subscipt yang disertakan pada huruf S menyatakan kronologi bidang tersebut, relatif terhadap bidang perlapisan yang disebut S0. Batuan yang memiliki kemas tektonik planar (planar tectonic fabric) yang kuat disebut "S tectonite."
4.1 FOLIASI UMUM
Jenis foliasi tektonik yang muncul dalam suatu tubuh batuan terutama tergantung pada kondisi-kondisi deformasi (temperatur, confining pressure, differential stress, dan strain rate) serta pada komposisi batuan. Batuan yang mengandung mineral pipih, misalnya mika dan lempung, cenderung membentuk foliasi penetratif yang pada gilirannya dapat menyebabkan terbentuknya gejala penyubanan (fissility) pada batuan tersebut. Di lain pihak, batuan monomineral yang disusun oleh mineral tidak pipih, misalnya batugamping dan kuarsit, cenderung membentuk spaced cleavage (bidang-bidang foliasi diskrit yang relatif mudah dilihat) atau grain shape fabric (lihat Fry, 1984).
Berikut akan dikemukakan jenis-jenis foliasi yang biasa ditemukan dalam berbagai jenis batuan.
4.1.1 Foliasi pada Batuan Beku, Batuan Sedimen, dan Batuan Metamorf Tingkat Rendah
1. Slaty cleavage, yaitu foliasi penetratif yang terbentuk dalam batuan tak kompeten yang berbutir halus, misalnya batulumpur, dan menyebabkan batuan itu memiliki gejala penyubanan. Kesejajaran mineral pada bidang foliasi ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan menggunakan lup.
2. Crenulation cleavage, yaitu foliasi yang terbentuk akibat perlipatan minor terhadap foliasi yang telah ada sebelumnya. Proses tersebut biasanya berasosiasi dengan segregasi mineral-mineral tertentu yang kemudian akan tampak sebagai suatu pita pada bidang foliasi. Gejala ini dapat bersifat penetratif dalam batuan-batuan berbutir halus. Batuan yang biasanya mengandung struktur ini adalah batusabak (slate), filit (phyllite), dan sekis (schist).
3. Fracture cleavage, yaitu foliasi non-penetratif yang terdiri dari sejumlah bidang belahan yang satu sama lain terletak saling berdekatan dan bersifat persisten. Struktur ini dapat terbentuk dalam batugamping, batupasir, dan batuan beku.
4. Pressure-solution cleavage, yaitu cleavage yang terbentuk pada jarak yang relatif teratur dan menyebabkan terjadinya segregasi mineral (yang sering berasosiasi dengan lipatan mikro) dan pita-pita hitam yang disusun oleh material tak larut.
4.1.2 Foliasi pada Batuan Metamorf Tingkat Tinggi
1. Schistosity, yakni foliasi penetratif atau non-penetratif yang sering disertai oleh kehadiran pita-pita filosilikat atau segregasi butiran mineral yang terletak sejajar dengan foliasi. Perlu dicamkan bahwa schistosity biasanya terletak sejajar dengan bidang perlapisan. Schistosity kemudian sering terlipatkan oleh crenulation cleavage yang timbul kemudian.
2. Gneissic foliation, yakni foliasi pada batuan metamorf berbutir kasar, terdiri dari laminae dan segregasi butiran mineral yang tidak persisten. Perlu selalu diingat bahwa gneissic foliation biasanya sejajar atau hampir sejajar dengan gejala pelauhan batuan.
3. Mylonitic foliation, yakni foliasi penetratif yang terbentuk dalam zona-zona shear strain tinggi seperti zona sesar dan zona shear. Foliasi ini dicirikan oleh gejala pengurangan besar butir akibat proses-proses tektonik dan sering menghasilkan adanya batuan yang sangat halus, seringkali mirip dengan batu sabak.
4.2 FOLIASI BIDANG SUMBU LIPATAN
Dalam banyak kasus, foliasi terbentuk pada daerah sumbu lipatan yang terbentuk akibat fasa deformasi yang sama dengan fasa deformasi yang menghasilkan foliasi tersebut. Hubungan umum antara kedua struktur itu diperlihatkan pada gambar 4-1. Bidang foliasi lebih kurang sama dengan plane of finite flattening (bidang XY pada strain ellipsoid) untuk deformasi yang menghasilkan foliasi tersebut. Ini merupakan sebuah “hukum” umum yang dapat diterapkan pada paket batuan yang terlipat, namun tidak berlaku lagi pada shear zone dimana bidang foliasi tidak sejajra dengan finite flattening plane yang berada di luar shear zone.
4.2.1 Fanning dan Refracted Foliation
Dalam banyak kasus, cleavage (misalnya slaty cleavage) tidak hanya berkembang di sekitar sumbu lipatan, melainkan membentuk sebuah kipas di sekitar lipatan (gambar 4-1). Gejala itu muncul akibat adanya perbedaan kompetensi antara lapisan-lapisan yang terlipatkan. Untuk kasus pelit (mud rock berbutir halus) yang berlapis dan psammit (batupasir berbutir kasar) yang terletak pada sayap lipatan, cleavage membentuk sumbu tajam dengan bidang perlapisan dari slaty lithologies, namun dibiaskan menjadi cleavage dengan
Comments
Post a Comment
Bagi Yang Mau Memberi Komentar Tinggal Poskan Komentar di Kotak Komentar..
Yang tak punya url bisa dikosongkan..
tapi tolong di diisi oke Name-nya
Komentar anda saya tunggu :d