TEKNIK-TEKNIK PEMETAAN
PERALATAN
Peralatan yang diperlukan dalam pemetaan struktur, selain peralatan yang biasa seperti palu, loupe, sebotol asam, pisau lipat, dan peralatan P3K, adalah:
A. Peralatan lapangan:
1. Buku catatan. Sebaiknya dibuat dari kertas anti air dan sampulnya dibuat dari bahan yang kuat. Buku ini hendaknya cukup besar untuk memuat sketsa peta lapangan, namun juga tidak terlalu besar. Ukuran yang optimum adalah sekitar 20 x 10 cm.
2. Map board untuk menyimpan peta dan/atau potret udara. Map board ini hendaknya dibuat dari bahan non-magnetis. Ukuran papan ini sekitar 30 x 25 cm.
3. Kompas-klinometer.
4. Altimeter.
5. Peta dasar. Dalam pemetaan struktur, perajahan suatu struktur harus dilakukan seakurat mungkin. Karena itu, peta dasar yang digunakan hendaknya juga akurat dan lengkap. Peta hasil perbesaran yang dibuat serampangan tidak boleh digunakan dalam pemetaan struktur.
6. Potret udara akan terasa sangat bermanfaat, sekalipun kita telah memiliki peta dasar. Manfaat potret tersebut akan terasa terutama pada saat kita akan memetakan batas-batas tertentu.
7. Mylar overlay untuk potret udara.
8. Stereoskop saku.
9. Kamera 35 mm beserta film.
B. Peralatan untuk digunakan di pangkalan kerja (base-camp):
Selain alat-alat gambar dan proyeksi stereografi, alat-alat berikut diperlukan untuk menunjang keberhasilan pekerjaan di pangkalan kerja adalah:
1. Kertas grafik untuk merekonstruksikan penampang.
2. Buku-buku yang diperlukan, termasuk buku-buku tentang teknik pemakaian proyeksi stereografi.
Untuk pemetaan struktur, kita memerlukan sebuah kompas-klinometer yang akurat, handal, mudah dioperasikan, dan (kalau bisa) memiliki bubble level. Meskipun dewasa ini kita mengenal banyak jenis kompas-klinometer (lihat Barnes, 1981), namun pengalaman menunjukkan bahwa kompas yang paling memuaskan dan memenuhi semua persyaratan tersebut di atas adalah:
1. Silva Ranger 15T.
2. Kompas Freiberg.
3. Kompas Chaix.
Para mahasiswa umumnya menggunakan kompas Silva karena harganya yang relatif murah, sedangkan para geologiwan profesional lebih menyukai kompas Freiberg atau kompas Chaix. Untuk tujuan studi struktur, kompas Freiberg memiliki satu keunggulan yaitu tutupnya dapat diletakkan pada struktur yang akan diukur sedemikian rupa sehingga pengukuran azimuth dan tunjaman dapat dilakukan dengan satu kali kerja. Jadi, kompas ini memungkinkan dilakukannya pengukuran struktur dengan cepat dan akurat.
2.2 PROYEKSI STEREOGRAFI
Proyeksi stereografi merupakan alat dasar dalam geologi struktur dan digunakan untuk menampilkan data tiga dimensi dalam gambar dua dimensi. Proyeksi tersebut umumnya dipakai untuk memecahkan masalah struktur yang menyangkut hubungan angular antara garis dan bidang dalam ruang tiga dimensi. Proyeksi itu tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan posisi geografis relatif dari suatu garis atau bidang.
Teknik pembuatan dan perajahan proyeksi stereografi tidak akan dibahas pada buku ini. Bagi mereka yang tertarik untuk mengetahui hal-hal tersebut dipersilahkan untuk membaca karya Phillips (1971) atau Ragan (1985). Sebelum melaksanakan studi lapangan, kita perlu memahami terlebih dahulu teknik-teknik perajahan dan manipulasi sederhana dengan menggunakan alat tersebut.
Ada dua tipe proyeksi stereografi yang biasa digunakan dalam analisis struktur yaitu jaring Wulff (Wulff net; equal-angle net) dan jaring Schmidt (Schmidt net; equal-area net). Jaring Wulff (gambar 2-1a) digunakan untuk memecahkan masalah hubungan angular, khususnya ketika konstruksi geometri dibuat dalam jaring-jaring tersebut. Jaring Schmidt (gambar 2-1b) dipakai untuk memecahkan masalah hubungan angular dan untuk mengevaluasi data orientasi secara statistik dengan memakai contoured stereographic projection. Dalam buku ini, jaring Schmidt yang digunakan adalah equal-area lower hemisphere projections.
Bila data strukturnya banyak, sebaiknya kita mengevaluasi data itu secara statistik dengan memakai contouring technique. Di lapangan, pekerjaan pembuatan kontur ini relatif mudah dilaksanakan dengan menggunakan jaring-jaring penghitung yang disebut jaring Karlbeek (Karlbeek net) (gambar 2-1c). Mereka yang ingin mengetahui teknik penghitungan dan pembuatan kontur dapat membaca karya Ragan (1985).
Dalam proyeksi stereografi, struktur planar dirajahkan sebagai suatu garis lingkaran besar. Walau demikian, tidak jarang struktur planar juga dirajahkan sebagai suatu titik yang menyatakan kutub bidang tersebut (gambar 2-2). Struktur linier selalu dirajahkan sebagai suatu titik.
2.3 CARA-CARA MENGUKUR STRUKTUR
Sebagian besar kompas dapat ditera untuk disesuaikan inklinasi dan deklinasinya. Proses peneraan hendaknya dilakukan dengan mengacu pada peta topografi daerah penelitian, sebelum proses pemetaan dilaksanakan, serta hendaknya ditulis dalam buku catatan. Kondisi kompas hendaknya juga diperiksa secara periodik selama program pemetaan berlangsung.
2.3.1 Beberapa Konvensi
Sebagian besar ahli geologi cenderung untuk memerikan struktur planar dengan cara menyatakan jurus dan kemiringannya. Sebagai contoh, seseorang mungkin memerikan suatu bidang dengan menyatakan jurusnya 220o dan miring 45o ke arah tenggara. Ada tiga pengukuran yang hendaknya dilakukan di lapangan: jurus, kemiringan, dan arah umum dari kemiringan. Catatan yang membingungkan dapat muncul apabila ukuran mengenai arah kemiringan terlupakan atau terabaikan. Akan lebih aman apabila kita mencatat arah kemiringan untuk struktur bidang dengan simbol, misalnya "perlapisan 45o ® 130o" yang artinya bidang itu miring 45o ke arah 130o dari utara. Untuk struktur garis, misalnya "tunjaman lipatan minor 20o ® 120o" yang artinya tunjaman tersebut berharga 20o ke arah 120o dari utara (gambar 2-3).
Data struktur hendaknya dicatat secara konsisten dengan mengikuti format: Sudut (diukur dari horizontal) dalam 2 digit; Azimuth (diukur dari utara pada bidang horizontal) dalam 3 digit. Sebagai contoh, tunjaman sebuah lipatan adalah 20o ® 120o dan arah kemiringan suatu bidang perlapisan adalah 45o ® 130o. Konvensi ini tidak akan membingungkan atau menimbulkan kerancuan serta bersifat definitif.
2.3.2 Metoda Pengukuran Struktur Planar
Struktur planar seperti perlapisan, belahan, skistositas, bidang sumbu lipatan, sesar, kekar, dan urat semuanya diukur dengan cara yang sama. Berikut akan dikemukakan metoda pengukuran struktur planar dengan menggunakan kompas konvensional, misalnya Silva Ranger 15T, dan kompas Freiberg.
2.3.2.1 Pengukuran dengan Kompas Silva Ranger 15T
A. Mengukur Jurus dan Kemiringan:
1. Cari garis jurus dengan menggunakan kompas sebagai klinometer untuk mencari posisi dimana kemiringannya berharga nol. Tandai garis jurus tadi dengan memakai pinsil lunak (pinsil B atau HB).
2. Ukur azimuthnya. Nilai yang diperoleh merupakan harga jurus dari struktur planar tersebut. Catat.
3. Dengan menggunakan kompas sebagai klinometer, letakkan kompas tersebut pada arah tegak lurus garis jurus yang telah dibuat tadi. Ukur kemiringannya. Nilai yang diperoleh merupakan harga kemiringan dari struktur planar tersebut. Catat.
4. Jika bidang yang akan diukur tidak rata, nilai jurus dan kemiringan rata-ratanya dapat diukur dengan cara meletakkan map board di atas bidang tersebut, kemudian mengukur jurus dan kemiringannya.
B. Mengukur Arah Kemiringan
1. Dengan menggunakan kompas sebagai klinometer, cari arah yang menunjukkan nilai kemiringan maksimum dari bidang yang sedang diukur. Tandai arah itu, kemudian ukur. Catat hasilnya.
2. Tempatkan buku catatan atau map board agar terletak sejajar dan vertikal di atas garis arah kemiringan yang telah ditandai tadi. Pertahankan keadaan itu, kemudian ukur arahnya. Nilai yang diperoleh merupakan harga arah kemiringannya. Catat.
2.3.2.2 Pengukuran dengan Kompas Freiberg
Kompas Freiberg memungkinkan kita untuk menentukan arah dan besarnya kemiringan suatu struktur planar dalam satu kali kerja. Caranya adalah sebagai berikut.
1. Tempelkan tutup kompas pada bidang yang akan diukur.
2. Tempatkan (atur) badan kompas agar terletak horizontal. Pada kedudukan seperti itu, arah kemiringan dan struktur bidang itu dapat dibaca pada badan kompas, sedangkan besarnya kemiringan dapat dibaca pada sendi kompas yang diberi skala. Catat. Angka yang diperoleh itu adalah harga arah dan besaran kemiringan struktur planar tersebut.
2.3.2.3 Pengukuran pada Bidang yang Tidak Ideal
Masalah mungkin muncul bila kita tidak menemukan bidang dimana badan kompas dapat ditempatkan atau bila bidangnya tidak rata. Dalam kondisi seperti itu kita hendaknya menggunakan buku catatan atau map board. Dengan memanfaatkan kedua sarana itu sebagai "kepanjangan" dari bidang yang akan diukur, kita dapat menerapkan teknik-teknik pengukuran yang telah dijelaskan di atas.
Perlu ditekankan bahwa banyak mahasiswa yang tidak melakukan pengukuran pada tempat dimana struktur planarnya tidak tersingkap dengan baik. Hal ini tidak benar sama sekali. Pengukuran hendaknya tetap dilakukan, dengan bantuan buku catatan atau map board.
2.3.2.4 Pengukuran dengan Sighting Method
Untuk struktur planar yang miring sedang hingga curam, kita dapat mengukur jurus dan kemiringannya dengan mengguna-kan metoda bidik (sighting method). Metoda ini terutama bermanfaat apabila kita dihadapkan pada bidang yang tidak mungkin diukur secara langsung. Metoda ini juga berguna untuk menentukan kemiringan rata-rata dari sebuah singkapan besar atau singkapan yang berupa tebing. Satu syarat penting untuk dapat menggunakan metoda ini adalah bahwa tubuh kita terletak sejajar dengan jurus bidang yang akan diukur.
Urut-urutan kerja dalam melakukan metoda ini adalah sbb:
1. Tempatkan diri kita sedemikian rupa sehingga garis bidik kita terletak sejajar dengan jurus bidang yang akan diukur.
2. Bidik melalui kompas, kemudian ukur jurus bidang tersebut. Catat hasilnya.
3. Dengan menggunakan kompas sebagai klinometer, tempatkan sisi kompas agar terletak sejajar dengan bidang yang akan diukur. Ukur kemiringannya, kemudian catat hasilnya.
Perlu ditekankan kembali bahwa seluruh metoda yang telah dikemukakan di atas dapat diterapkan pada semua jenis struktur planar seperti bidang perlapisan, belahan, skistositas, bidang sumbu lipatan, kekar, bidang sesar, dan urat.
2.3.3 Metoda Pengukuran Struktur Linier
Struktur linier mencakup lineasi yang merupakan garis perpotongan antara bidang perlapisan dengan belahan, mineral stretching lineation, sumbu lipatan minor, garis sendi lipatan, cermin sesar, dan crystal fibre structure. Semua struktur linier diukur dengan cara yang sama. Gambar 2-4 memperlihatkan proyeksi stereografi untuk data struktur linier.
2.3.3.1 Pengukuran dengan Kompas Silva Ranger 15TL
A. Pengukuran Lineasi atau Sumbu Lipatan
1. Tempatkan tepi catatan lapangan atau map board sedemikian rupa sehingga terletak vertikal di atas struktur linier yang akan diukur. Dalam keadaan seperti itu, ukur jurus yang ditunjukkan oleh buku catatan atau map board tersebut. Catat.
2. Dengan menggunakan kompas sebagai klinometer, ukur tunjaman struktur linier tadi dengan cara menempatkan sisi kompas di atas struktur tersebut. Catat.
B. Pengukuran Pitch
1. Cari garis jurus bidang dimana suatu lineasi berada dengan cara-cara seperti telah dijelaskan sewaktu kita membahas metoda pengukuran struktur planar. Beri tanda garis itu dengan pensil sedemikian rupa sehingga garis itu berpotongan dengan lineasi. Ukur jurus dan kemiringan bidang dimana lineasi itu berada. Catat.
2. Letakkan dasar kompas agar menempel pada bidang dimana lineasi berada. Kemudian gunakan kompas itu sebagai busur derajat, dengan cara menempatkan sisi kompas agar sejajar dengan garis jurus, kemudian putar cincin penera sedemikian rupa sehingga garis acuan yang ada pada kompas itu terletak sejajar dengan garis jurus. Catat angka yang ditunjukkan pada cincin penera. Kemudian putar kembali cincin tersebut sedemikian rupa sehingga garis acuan yang ada pada kompas terletak sejajar dengan lineasi. Catat kembali angka yang ditunjukkan pada cincin penera. Selisih dari dua kali pembacaan tadi merupakan nilai pitch dari lineasi yang diukur. Catat semua datanya, yaitu nilai pitch, jurus, dan kemiringan.
Metoda pengukuran pitch tersebut di atas sangat berguna jika diterapkan pada bidang yang miring terjal, pada bidang mana penentuan tunjaman (plunge) yang akurat mungkin sukar dilakukan, serta jika lineasinya sendiri menunjam curam sedemikian rupa sehingga harga tunjaman yang diperoleh sering melenceng jauh dari harga sebenarnya. Gambar 2-4c akan mengingatkan kita bahwa, dengan memakai stereonet, kita dapat memperoleh nilai tunjaman jika pitch-nya diketahui. Demikian sebaliknya.
2.3.3.2 Pengukuran dengan Kompas Freiberg
1. Letakkan tepi tutup kompas tepat di atas struktur linier yang akan diukur.
2. Dengan mempertahankan kedudukan badan kompas agar tetap horizontal, baca arah yang ditunjukkan oleh jarum kompas. Angka yang diperoleh adalah arah tunjaman.
3. Baca nilai kemiringan struktur linier tersebut sebagaimana yang terbaca dari busur yang ada pada sendi kompas.
Perlu diingat bahwa pada kasus tertentu kita tidak dapat meletakkan kompas langsung di atas struktur linier yang ingin diukur. Dalam kasus seperti itu, struktur linier tersebut dapat diperpanjang dengan cara meletakkan pinsil sedemikian rupa sehingga sejajar dengan lineasi. Setelah itu, pengukuran dapat dilakukan terhadap arah dan kemiringan yang ditunjukkan oleh pinsil tersebut.
2.4 PETA LAPANGAN DAN POTRET UDARA
Peta lapangan, potret udara, dan catatan lapangan berisi data-data hasil penelitian lapangan. Kita harus ekstra hati-hati dalam menjaganya. Setiap benda itu harus:
1. Diberi nama dan alamat kita.
2. Dibuat dengan rapi, hati-hati, dan jelas.
3. Dilengkapi dengan legenda, simbol, skala, dan informasi lengkap mengenai lokasi-lokasi pengamatan.
4. Diisi selengkap mungkin sewaktu kita masih berada di lapangan.
Perlu ditekankan kembali bahwa penting bagi kita untuk menyelesaikan peta sewaktu masih ada di lapangan. Dengan cara seperti itu, kita dapat membuat sejumlah tafsiran, merekonstruksikan sejumlah penampang, serta mengetahui daerah-daerah kunci dan daerah-daerah bermasalah yang selanjutnya dapat diteliti kembali bila diperlukan.
2.4.1 Tipe Pemetaan
Tipe pemetaan terutama ditentukan oleh skala peta, tingkat kerumitan struktur, serta kuantitias dan kualitas singkapan. Jika kita memiliki peta topografi yang mendetil dan baik, maka data lapangan dapat langsung diplot pada peta tersebut. Jika detil-detil lapangan tidak tampak pada peta topografi, potret udara perlu digunakan dalam rangka menentukan posisi singkapan secara akurat serta untuk memetakan batas litologi dan pengarahan struktur. Data yang ada selanjutnya dipindahkan ke dalam peta dasar. Barnes (1981) telah membahas secara umum mengenai berbagai tipe pemetaan. Berikut akan disinggung secara umum mengenai berbagai tipe pemetaan tersebut.
1. Traversing terutama digunakan untuk pemetaan regional dengan skala 1 : 250.000 hingga 1 : 50.000.
2. Pemetaan kontak (contact mapping) terutama digunakan untuk pemetaan yang lebih mendetil pada skala 1 : 50.000 hingga 1 : 15.000.
3. Pemetaan singkapan (exposure mapping) adalah pemetaan mendetil, dalam kegiatan mana lokasi dan ukuran setiap singkapan dicatat, yang biasanya dilakukan pada skala 1 : 15.000 hingga 1 : 1000.
4. Baseline mapping mencakup pemetaan mendetil dengan menggunakan baseline (atau kompas dan langkah) yang terukur. Pemetaan ini biasanya dilakukan pada skala 1 : 10.000 hingga 1 : 500.
5. Grid mapping atau plane table mapping adalah teknik yang digunakan untuk pemetaan singkapan secara mendetil pada skala 1 : 1000 hingga 1 : 1.
Untuk daerah-daerah yang tatanan strukturnya kompleks, traversing merupakan metoda terbaik yang dapat digunakan untuk menetapkan hubungan stratigrafi dan struktur. Informasi tersebut dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan di sepanjang lintasan yang tegak lurus terhadap jurus struktur dominan serta dengan merekonstruksikan sketsa penampang melintang di lapangan. Gambar 2-5 adalah sketsa penampang melalui sebuah antiform sederhana. Perhatikan bagaimana hubungan antara perlapisan dengan belahan digunakan untuk menentukan lokasi sumbu antiform.
Pemetaan kontak mencakup pekerjaan menelusuri kontak litologi atau kontak struktur dalam rangka menetapkan hubungan tiga dimensi. Sebagai contoh, perlu ditentukan apakah sebuah sesar memotong suatu satuan atau tidak. Teknik ini juga diperlu-kan untuk menentukan pola singkapan dalam suatu terrane yang mengalami deformasi berganda.
Pemetaan singkapan sangat penting artinya dalam studi struktur mendetil di daerah yang telah terdeformasi. Metoda ini khususnya digunakan untuk menentukan daerah-daerah yang strukturnya homogen serta untuk menarik kesimpulan mengenai berbagai hubungan struktur yang ada di daerah yang mengalami perlipatan kompleks. Salah satu contoh pemetaan singkapan diperlihatkan pada gambar 2-6.
Pemetaan mendetil dengan menggunakan baseline, grid, dan plane-table techniques sangat penting artinya dalam rangka menetapkan hubungan mendetil dalam suatu singkapan atau dari sejumlah singkapan yang berdekatan. Hubungan struktur yang jelas dapat diketahui dengan menerapkan metoda ini. Contoh baseline mapping diperlihatkan pada gambar 2-7.
2.4.2 Skala Peta
Peta struktur yang mendetil dapat dibuat dalam berbagai skala, mulai dari skala 1 : 250.000 hingga 1 : 1. Tipe data struktur yang sama hendaknya dikumpulkan pada setiap lokasi, tanpa memperhitungkan skala peta yang akan dibuat. Tidak terambilnya sebagian data unsur struktur dapat menimbulkan kesalahan penafsiran yang berarti. Hindarkan untuk menggunakan peta dasar yang dibuat sebagai hasil pembesaran peta lain yang berskala lebih kecil. Peta perbesaran tidak lebih akurat daripada peta asalnya!
2.4.3 Potret Udara
Dalam keadaan tertentu, kita dapat melakukan pemetaan langsung pada overlay potret udara. Untuk bagian tengah potret, masalah yang mungkin muncul akibat distorsi dapat ditekan seminimal mungkin. Data struktur, batas-batas singkapan, batas-batas formasi, sumbu lipatan utama, jejak sesar, dan nomor lokasi pengamatan dapat langsung diplot pada overlay potret udara. Gambar yang dihasilkan kemudian dapat dipindahkan ke dalam peta dasar dengan menggunakan teknik-teknik yang secara garis besar telah dibahas oleh Barnes (1981). Contoh gambar seperti itu diperlihatkan pada gambar 2-8.
Potret udara terutama sangat berguna dalam menentukan lokasi pengamatan, untuk memetakan batas-batas litologi, serta untuk mengenal dan memetakan struktur. Banyak kasus menunjukkan bahwa ada struktur yang dapat dengan mudah dikenal dalam potret udara, namun sukar ditemukan di lapangan. Kemampuan memanfaatkan potret udara merupakan suatu keahlian yang hanya akan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang memerlukan kesabaran. Kita perlu ekstra hati-hati dalam menentukan kedudukan lokasi pengamatan dalam potret udara.
2.5 CATATAN LAPANGAN
Sebagaimana peta lapangan, catatan lapangan juga merupakan rekaman penting dari pengamatan-pengamatan yang sudah kita lakukan di lapangan. Isi buku tersebut, baik yang berupa tulisan maupun gambar, harus jelas dan rapi.
Catatan lapangan harus mencakup pemaparan yang jelas mengenai lokasi dan data pengamatan sedemikian rupa sehingga catatan tersebut harus dapat dimengerti oleh orang lain disamping, tentu saja, oleh kita sendiri. Kita jangan membiasakan untuk membuat catatan yang hanya dimengerti oleh kita sendiri. Karena itu, jangan memasukkan singkatan, simbol, atau istilah yang hanya dimengerti oleh kita sendiri. Dalam buku tersebut kita harus mencatat sebanyak dan sedetil mungkin berbagai fenomena geologi yang ditemukan di lapangan. Buku itu juga hendaknya dipenuhi oleh berbagai sketsa (kalau bisa sketsa tiga dimensi) serta peta dan penampang. Ingatlah bahwa tidak ada hal yang lebih membuat kita frustrasi selain menemukan kenyataan bahwa catatan lapangan yang kita buat tidak lengkap.
Kunci untuk menghasilkan catatan lapangan yang baik adalah pengamatan yang hati-hati dan seksama serta pencatatan data yang sistematis. Prosedur pencatatan di bawah ini hendaknya dilakukan pada setiap lokasi pengamatan:
1. Tanggal, jam, dan lokasi pengamatan. Gunakan jaring-jaring peta atau titik acuan potret udara, bila hal itu akan membantu memperjelas posisi lokasi pengamatan.
2. Kemukakan secara ringkas metoda pemetaan yang digunakan.
3. Nomor lokasi pengamatan. Nomor ini hendaknya juga diplot pada peta lapangan. Jelaskan pula secara ringkas mengenai karakter singkapan: dimensi dan khuluk umum.
4. Catat karakter litologi (untuk lebih jelas lihat Barnes, 1981; Tucker, 1982; Fry, 1984; Thorpe dan Brown, 1985).
5. Catat karakter struktur: pemerian dan ukurannya (untuk lebih jelas, ikuti penjelasan pada bab-bab berikutnya).
6. Sketsa singkapan dan hubungan struktur.
7. Catat nomor sampel dan potret yang diambil.
8. Tafsirkan singkapan dalam kaitannya dengan tatanan geologi regional dan buat sketsa mengenai hubungan-hubungan struktur.
Contoh-contoh catatan lapangan diperlihatkan pada gambar 2-9 dan 2-10. Gambar 2-9 memperlihatkan jenis-jenis informasi yang dikumpulkan dari sebuah singkapan kecil dalam rangka pemetaan regional, sedangkan gambar 2-10 memperlihatkan informasi yang diambil selama melakukan analisis mendetil terhadap sebuah singkapan yang mengalami deformasi polifase. Pada contoh kedua, sejumlah besar data pemerian dan data pengarahan diambil. Dalam kedua contoh itu tampak bahwa pengukuran untuk setiap unsur struktur dilakukan lebih dari satu kali. Nilai pengukuran rata-rata untuk setiap unsur struktur kemudian diplot pada peta lapangan. Perhatikan bahwa buku catatan lapangan kita hendaknya selalu mengandung data struktur yang jauh lebih banyak dibanding dengan apa yang ada pada peta.
2.6 SIMBOL PETA
Simbol peta yang digunakan hendaknya jelas dan tidak rancu. Hampir semua data yang representatif dari unsur-unsur struktur, dengan pengecualian data kekar dan urat, hendaknya diplot ke dalam peta lapangan. Kalau tidak benar-benar diperlukan, data kekar sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam peta karena hal itu tidak akan banyak membantu memperjelas tatanan struktur daerah yang diteliti. Bahkan, mungkin hanya akan mengotori peta saja.
Berbagai tinta warna dapat digunakan untuk melukiskan gejala-gejala geologi yang beragam. Sebagai contoh, warna hitam dapat dipakai untuk simbol perlapisan atau litologi; warna merah untuk gejala struktur; warna biru atau hijau untuk batas-batas singkapan; serta warna coklat untuk gejala morfologi (termasuk aluvium dan batu guling). Sayang sekali kualitas tinta warna umumnya belum cukup baik sehingga akhirnya banyak orang memutuskan memakai tinta hitam untuk semua gejala geologi.
Dalam kaitannya dengan perajahan simbol geologi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni:
1. Setiap simbol harus diplot pada tempat dimana gejala geologi yang diwakili oleh simbol tersebut ditemukan.
2. Azimuth dari semua data orientasi hendaknya diplot pada peta lapangan, bersama-sama dengan data kemiringan dan tunjaman. Hal ini akan mengingatkan akurasi data serta memudahkan data tersebut untuk diperiksa dan dianalisis.
3. Data hendaknya diplot ke dalam peta dengan menggunakan busur derajat atau kompas.
4. Perajahan harus selalu dilakukan sewaktu kita berada pada tempat dimana datanya diperoleh.
Tabel 2-1 memperlihatkan sejumlah simbol yang hendaknya dipakai dalam perajahan data geologi.
2.7 SAMPEL TERARAH
Di lapangan kita perlu mengumpulkan sampel terarah (oriented samples) untuk tujuan-tujuan sbb:
1. Analisis gejala pengarahan.
2. Pengamatan superposisi foliasi.
3. Pengamatan kaitan antara pertumbuhan mineral metamorf dengan kemas tektonik.
4. Penentuan strain (lihat lampiran 3).
Prosedur pengumpulan sampel terarah adalah sebagai berikut:
1. Pilih sampel yang akan diambil (bagian batuan yang dibatasi oleh kekar mudah diambil dan memiliki kemungkinan kecil untuk pecah sewaktu diekstraksi).
2. Ukur dan catat unsur-unsur struktur yang berasosiasi dengan sampel dan singkapan.
3. Pilih bidang acuan yang ada pada sampel. Bidang tersebut biasanya berupa bidang perlapisan (S0), bidang foliasi (S1), atau kekar.
4. Ukur kedudukan bidang itu dan tandai jurus dan kemiringannya dengan spidol anti air. Beri tanda bagian atas sampel. Kemudian tulis pula nomor sampel. Tulis data-data itu dalam catatan lapangan, kemudian sketsa sampel tersebut serta struktur-struktur yang berkaitan dengannya (contoh, lihat gambar 2-11).
5. Ambil dan masukkan sampel ke dalam kantong sampel. Beri label yang lengkap.
2.8 FOTOGRAFI
Fotografi merupakan suatu metoda penting dalam merekam informasi geologi. Namun, perlu disadari bahwa potret tidak dapat menggantikan sketsa lapangan yang baik dan mendetil. Pengalaman menunjukkan bahwa kita sering tidak dapat mengenal atau menafsirkan struktur tanpa adanya sketsa yang baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan pengambilan foto di lapangan adalah:
1. Gunakan kamera 35 mm yang baik (sebaiknya berupa SLR camera). Sebaiknya kita menggunakan film slide berwarna atau film hitam putih karena mudah diperbesar. Akan lebih berguna lagi apabila kita memiliki lensa untuk memotret close-up.
2. Buat selalu sketsa daerah atau struktur yang diambil fotonya.
3. Tulis informasi mengenai foto dalam buku catatan, terutama arah pengambilan foto.
4. Bila memungkinkan, kita selalu menyertakan benda lain sebagai pembanding untuk memperkirakan ukuran objek pemotretan.
5. Isi seluruh ruang bidik dengan struktur yang akan dipotret. Banyak mahasiswa tidak cukup dekat dengan objek pemotretan sehingga banyak detil-detil singkapan tidak terekam dalam potret yang dihasilkannya.
Dalam kasus tertentu, potret stereografis dapat dibuat untuk membantu dalam tahap analisis nanti. Untuk membuat foto seperti itu kita dapat mengambil foto pertama dari jarak 1,5 meter kemudian mengambil foto kedua dari jarak yang sama, dimana keduanya overlap sekitar 60%. Teknik ini terutama berguna untuk studi pecahansumber : mac clay
Comments
Post a Comment
Bagi Yang Mau Memberi Komentar Tinggal Poskan Komentar di Kotak Komentar..
Yang tak punya url bisa dikosongkan..
tapi tolong di diisi oke Name-nya
Komentar anda saya tunggu :d